Pengenaan engineering fee bikin marjin asuransi umum makin tergerus



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Polemik pengenaan engineering fee di industri asuransi umum makin dirasakan pelaku usaha. Adanya penambahan komponen biaya akuisisi dari kanal brokerage tersebut masih menekan marjin industri.

Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dadang Sukresna menyebut sejak sekitar tiga tahun ke belakang, praktek engineering fee makin meningkatkan beban yang harus ditanggung asuransi umum. Dalam prakteknya, engineering fee ini dibebankan untuk biaya survei dan evaluasi risiko dari calon tertanggung.

Namun belakangan praktek engineering fee ini disebutnya makin terkendali dengan besaran beban yang makin makin besar. Alhasih marjin asuransi umum makin terjepit dan iklim bisnis menjadi tak sehat.


"Adanya eksesif dari biaya akuisisi ini memang sudah membuat industri jadi bermasalah," kata dia pekan lalu.

Sebagai gambaran, selisih dari hasil underwriting berbanding premi bruto dengan beban usaha berbanding premi bruto terus terkikis dalam beberapa tahun terakhir sejak praktek engineering fee mencuat.

Pada 2014, rasio hasil underwriting berbanding premi bruto tercatat sebesar 19,3%. Sementara rasio beban usaha berbanding premi bruto ada di angka 14,6%. Sehingga menyisakan selisih sebesar 4,4%.

Namun di tahun-tahun berikutnya, selisih ini terus tergerus. Yakni 3,5% pada 2015 dan 3,1% di tahun 2016. Di akhir tahun lalu, selisihnya bahkan menyentuh 1,5%.

Karena praktek yang makin tak sehat, Dadang bilang di tahun ini sejumlah pelaku usaha sudah mulai melepas beberapa bisnis yang menekan marjin tersebut. Dus, perlahan selisih tersebut memang sudah menunjukan perbaikan ke level 2,3% pada kuartal ketiga lalu.

"Meski membaik tapi masih cukup jauh dari kata ideal yang ada di kisaran 4%," ungkapnya.

Direktur Utama PT Asuransi Wahana Tata alias Aswata Christian Wanandi mengakui, tren peningkatan biaya tambahan dalam engineering fee terus terjadi dalam beberapa waktu ke belakang. Hal ini berdampak tren beban yang ikut terkerek.

Sehingga upaya pelaku industri untuk membukukan marjin jadi makin menantang. Terlebih perkembangan ekonomi dalam negeri pun masih belum optimal sehingga ikut berdampak pada kinerja industri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi