KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Target pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem menjadi 0% di 2024 dinilai tidak mudah dan akan penuh dengan tantangan. Ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, tantangan dalam pengentasan kemiskinan ini adalah karena kriteria atau variasi tingkat kemiskinan e
kstrem di daerah sangat beragam. “Keberagaman tersebut, membuat angka kemiskinan ekstrem 0% di tahun 2024 akan menemui tantangan yang tidak ringan,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (12/11).
Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, karakteristik rumah tangga miskin ekstrem pada Maret 2023, di antaranya 11,26% dari kepala rumah tangga miskin ekstrem tidak bisa membaca dan menulis. Dengan rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga miskin ekstrem adalah 5,9 tahun.
Baca Juga: BPS: Kemiskinan Ekstrem Turun Jadi 1,12%, Maluku dan Papua Turun Paling Cepat Sementara itu, 70% kepala rumah tangga miskin ekstrem berpendidikan rata-rata SD sederajat ke bawah. Lapangan usaha kepala rumah tangga miskin ekstrem mayoritas adalah di bidang pertanian dengan proporsi sebesar 52%, serta rumah keluarga miskin ekstrem sekitar 12,68% berlantai tanah. Yusuf berpendapat, kriteria kemiskinan ekstrem di atas perlu diperbaharui kembali. Sebab, beberapa tahun terakhir, Indonesia juga dihadapkan pada pandemi Covid-19 yang dampaknya masih terasa hingga saat ini. Bahkan turut mengubah dari masyarakat miskin menjadi masyarakat miskin ekstrem. “Misalnya kalau kita lihat masih relatif besarnya pekerja sektor informal yang saya kira akan ikut menantang dalam upaya pemerintah menurunkan kemiskinan ekstrem,” ungkapnya. Meski begitu, Yusuf menyampaikan tujuan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem ke 0% pada 2024 bisa saja tercapai, asalkan catatan data yang digunakan valid. Hal ini karena, selama ini permasalahan data pada suatu program bantuan kerap kali bermasalah karena program bantuan sosial yang diberikan pemerintah terpisah-pisah.
Baca Juga: Untuk Mencapai Kemiskinan Ekstrem Nol Persen, Sri Mulyani Beberkan Strateginya Maka dari itu, memastikan bantuan sosial diterima dengan tepat sasaran juga harus menjadi fokus pemerintah. Sebab, upaya integrasi tersebut bisa membantu pemerintah dalam mencapai penurunan kemiskinan ekstrem “Tapi dengan catatan validasi data dan juga kualitas data yang digunakan itu sudah diperbaiki dan ditingkatkan dari penyaluran bantuan bantuan sebelumnya,” tambahnya. Selain itu, Yusuf juga menyarankan agar program bantuan sosial serupa seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Indonesia Pintar (PIP) digabung. Alasannya, agar beberapa program bantuan sosial yang diberikan pemerintah bisa saling terintegrasi, sehingga manfaat
yang diterima oleh keluarga miskin ekstrem tidak terbatas. Kemudian, kolaborasi antara program perlindungan sosial dan program pemberdayaan seperti Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Usaha Mikro (UMi), Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta program ketenagakerjaan juga dinilai penting untuk memastikan bahwa pendapatan penerima bantuan sosial tetap terjaga.
Baca Juga: Jokowi Dorong Pemda Kendalikan Inflasi dan Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok “Menjaga harga pangan berada pada level stabil juga saya kira bisa membantu pemerintah dalam menurunkan Angka kemiskinan ekstrem,” imbuhnya. untuk diketahui,
BPS mencatat tingkat kemiskinan ekstrem terus mengalami penurunan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada Maret 2023, tingkat kemiskinan ekstrem menurun menjadi 1,12% dari 2,6% pada tahun 2018. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli