KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah potensi kenaikan suku bunga, analis melihat emiten-emiten akan mengurangi sedikit demi sedikit pinjaman bank. Analis Fundamental PT Kanaka Hita Solvera, Raditya Krisna Pradana mengatakan, hal ini lantaran pada Maret 2022 ini, The Fed sudah mulai meningkatkan suku bunga sebesar 25 basis poin. The Fed berencana meningkatkan suku bunga sebanyak tiga kali hingga hingga kali pada tahun 2022, bertujuan untuk meredam inflasi Amerika Serikat yang tinggi. Dari katalis tersebut, Raditya bilang, kemungkinan Bank Indonesia juga akan meningkatkan suku bunga acuan pada tahun ini. Apabila suku bunga acuan naik, maka suku bunga simpanan dan kredit juga akan berpotensi naik. “Kondisi ini tentunya berpotensi meningkatkan beban bunga emiten,” ungkap Raditya kepada Kontan.co.id, Senin (21/3).
Baca Juga: Rights Issue Bank BJB (BJBR) Kelebihan Permintaan Radit memandang, penggalangan dana di pasar modal bisa menjadi salah satu opsi yang sangat menarik. Dengan melakukan penggalangan dana di pasar modal, perusahaan mendapatkan dana segar dengan bunga 0%. Dia menambahkan, hal ini berbeda dengan pinjaman bank dengan bunga, terlebih ada potensi kenaikan pada tahun ini. Sementara penggalangan dana di pasar modal biayanya berdasarkan aksi korporasi apa yang akan diambil. “
Rights issue bakal lebih menarik daripada pinjaman bank karena
cost yang dikeluarkan emiten lebih murah, apalagi di kondisi seperti saat ini dimana ada rencana kenaikan suku bunga,” tambah Radit.
Baca Juga: Tanpa Pembeli Siaga, BBYB Tawarkan Lima Miliar Saham Lewat Rights Issue Keenam Dia juga memproyeksikan perusahaan yang IPO di Bursa Efek Indonesia semakin banyak pada tahun ini. Hal ini didorong oleh meningkatnya jumlah investor ritel, ekosistem Bursa Efek Indonesia yang makin baik, dan kesadaran dari perusahaan bahwa perusahaan yang baik adalah perusahaan yang terbuka karena ada transparansi data laporan keuangan. Beberapa emiten yang akan mencari dana melalui
rights issue ada PT Merdeka Copper Gold Tbk (
MDKA), PT Adhi Karya (
ADHI), dan PT Perintis Triniti Properti Tbk (
TRIN). ADHI bakal menerbitkan maksimum 7,12 miliar saham baru. Penerbitan saham seri B tersebut dibanderol dengan nilai nominal Rp 100 per lembar. Rencana penggunaan dana hasil
rights issue untuk penyertaan proyek investasi Adhi Karya berupa jalan tol, pengelolaan air, pengelolaan limbah, dan preservasi jalan.
Baca Juga: Adhi Karya (ADHI) Berencana Rights Issue 66,67% dari Modal Disetor Selanjutnya, TRIN akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 185,31 juta saham yang setara dengan 3,85% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh setelah PUT I. Harga Pelaksanaan ditetapkan sebesar Rp 750 per saham. Dana hasil
rights issue ditujukan untuk memperbanyak
landbank dan menambah pendapatan di masa mendatang. Sementara itu, MDKA berencana melakukan penawaran umum terbatas II sebanyak-banyaknya 1.21 miliar saham dengan harga penerbitan Rp 2.830. Merdeka Copper akan menggunakan dana hasil
rights issue untuk memperkuat struktur permodalan MDKA. Dari ketiga emiten yang akan
rights issue, Raditya menilai secara umum terbilang menarik. “ADHI menurut kami yang paling menarik, karena selain aksi korporasi tersebut, kinerja ADHI selama tahun 2021 mengalami peningkatan,” tambah dia.
Baca Juga: Rencana Rights Issue BNI Tahun Ini Kemungkinan Tak Dieksekusi, Ini Alasannya ADHI membukukan pendapatan bersih sebesar Rp 11,5 triliun sepanjang tahun 2021. Capaian tersebut naik 6,5% yoy dari tahun 2020 sejumlah Rp 10,8 triliun. Dari sisi laba kotor, emiten konstruksi plat merah itu mencetak laba kotor sebesar Rp 1,8 triliun. Adapun laba bersih ADHI selama 2021 adalah sebesar Rp 55,2 miliar atau naik sebesar 130,2% dari laba bersih tahun 2020. Hal senada juga disampaikan oleh Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo. Azis menuturkan, gelaran
rights issue ke depannya akan cukup ramai, didorong oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih mencatatkan kinerja positif. “Tetapi perlu dicermati bagaimana pergerakan saham emiten emiten yang akan melakukan
rights issue, apakah
bullish atau cenderung
bearish. Disisi lain emiten juga dapat menerbitkan obligasi dimana emiten dapat mengunci
rate yang diberikan sehingga
rate tidak
floating,” papar Azis. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati