Penggugat polusi udara Jakarta minta Jokowi tak ajukan banding



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ayu Eza Tiara, kuasa hukum penggugat dalam perkara polusi udara Jakarta berharap, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Majelis hakim sebelumnya memutuskan Presiden RI bersama sejumlah menterinya dan Gubernur DKI Jakarta terbukti bersalah atas polusi udara di Ibu Kota. 

Ayu menilai, harusnya Presiden Jokowi mengikuti sikap Gubernur DKI Anies Baswedan untuk menerima vonis itu. Namun, Ayu menyesalkan Presiden Jokowi sampai saat ini belum bersikap dan masih menunggu kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

Ia menilai alasan itu tidak masuk akal. "Menurut saya alasan itu enggak masuk akal ya. Karena dalam proses persidangan dua tahun ini mereka juga enggak pernah menyanggah bukti pencemaran udara yang kami ajukan. Jadi mau kajian apalagi?" kata Ayu saat dihubungi, Jumat (17/9/2021). 


Ayu menilai sikap pemerintah pusat ini hanya makin memperlambat penanganan polusi udara Jakarta. Harusnya, pemerintah bisa menerima vonis pengadilan dan menjalankan perintah majelis hakim demi udara yang lebih baik. 

"Jangan sampai banding, kasasi, PK hanya untuk ego lembaga negara yang enggak mau dicap kalah aja. Padahal ini ada hal lebih urgent masalah pencemaran udara," ucap Ayu. 

Baca Juga: Jokowi dan Anies Baswedan divonis bersalah atas polusi udara Jakarta, ini hukumannya

Ayu pun menegaskan, jalur pengadilan adalah langkah terakhir yang diambil oleh pihaknya untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta. 

Sebelum mengajukan gugatan ke PN Jakpus, pihaknya sudah berupaya memberi masukan baik ke Pemprov DKI Jakarta maupun ke pemerintah pusat, namun tidak pernah ditindaklanjuti. 

Oleh karena itu, Ayu berharap putusan PN Jakpus ini bisa menjadi solusi agar pemerintah pusat dan provinsi mau mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada udara bersih. 

"Buat apa sih kita harus berdebat di pengadilan hanya untuk menentukan menang atau kalah. Padahal dari awal kami selalu bilang bahwa kami terbuka untuk memberikan masukan. Dan kami siap apabila pemerintah mengajak kami sama sama untuk memperbaiki," ucap Ayu. 

Putusan soal masalah polusi udara ini berawal dari gugatan 32 warga yang diajukan ke PN Jakpus pada 4 Juli 2019 lalu. 

Pada Kamis kemarin, majelis hakim memutuskan mengabulkan sebagian gugatan warga tersebut sekaligus memvonis lima pejabat negara bersalah atas polusi udara di ibu kota.  Kelimanya yakni Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur Provinsi DKI Jakarta. 

“Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat V telah melakukan perbuatan melawan hukum," kata Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri. 

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa para tergugat sudah mengetahui bahwa udara di DKI Jakarta tercemar selama bertahun-tahun. Namun para pemangku kepentingan tidak banyak mengeluarkan kebijakan untuk memperbaiki hal itu. 

Majelis hakim pun menghukum kelima pejabat tersebut melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta. 

Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini mengatakan, Presiden Jokowi masih menunggu hasil kajian KLHK untuk merespons putusan majelis hakim. 

"Kami menunggu tinjauan dari KLHK, setelah itu akan membicarakan berbagai poin rekomendasi untuk menentukan langkah selanjutnya sebaiknya seperti apa," kata Faldo. 

Faldo mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan argumen-argumen hukum terkait hal ini. Pemerintah berharap, ke depan dapat melakukan langkah terbaik untuk menyelesaikan persoalan ini. 

"Ini jalur hukum, tentu argumen-argumen hukum perlu dipersiapkan, kita bersama tentunya berharap untuk menempuh opsi terbaik," ujar dia.

Baca Juga: Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming saling memuji, soal apa?

Penulis : Ihsanuddin Editor : Irfan Maullana

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penggugat Polusi Udara Jakarta: Alasan Pemerintah Tak Masuk Akal, Jangan Sampai Banding Hanya untuk Ego".

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat