KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Indonesia didapuk sebagai negara dengan pasar mobil terbesar ke-14 di dunia di mana pada 2022 angka penjualannya mencapai lebih dari satu juta unit. Pencapaian ini memantapkan posisi Indonesia sebagai pasar mobil terbesar di antara negara-negara Asia Tenggara. Namun di balik itu, di era transisi energi jumlah pengguna kendaraan listrik berbasis baterai atau Battery Electric Vehicle (BEV) di Indonesia baru sebesar 1% dari total penjualan. Angka ini jauh di bawah tingkat pengguna BEV global yang mencapai 14% dan hanya sedikit di bawah tingkat pengguna di Asia Tenggara yang sebesar 2%.
Padahal, kendaraan listrik, khususnya BEV adalah salah satu solusi utama yang dapat diandalkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor transportasi.
Baca Juga: Ini Penyebab Penjualan Motor Listrik Kurang Ngegas Di dalam laporan ABeam Consulting bertajuk “
Revving Up the Transition to Battery Electric Vehicles in Indonesia” menjelaskan, sejatinya penjualan BEV di Indonesia mengalami percepatan yang pesat. Pada tahun 2022, Gaikindo melaporkan penjualan tumbuh lebih dari 1.400% (setara 15 kali lipat) dibandingkan tahun 2021.
Perubahan signifikan terjadi pada dalam kurun waktu satu tahun dari yang hanya tersedia lima model BEV di 2021, kemudian meningkat menjadi sembilan model di 2022. Penting untuk diketahui, meski pertumbuhan ini mengesankan, tetap saja pertumbuhannya terbilang kecil jika dibandingkan dengan lebih dari 150 model Mesin Pembakaran Internal (ICE) dapat diakses di dalam pasar Indonesia.
Baca Juga: Penjualan Motor Listrik Masih Minim, Ini Sebabnya Namun, masih kecilnya jumlah pengguna BEV di Tanah Air menggarisbawahi
potensi besar untuk mempercepat peralihan masyarakat ke penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai. Pasalnya, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan permintaan mobil yang terus meningkat.
Bermodalkan dua hal ini, ABeam menilai Indonesia bisa menjadi kandidat utama untuk revolusi kendaraan listrik. Denny Perdana, Automotive Senior Consultant ABeam Consulting Indonesia menyatakan, seiring dengan upaya Indonesia untuk memperkuat posisinya sebagai pemimpin global dalam industri otomotif, transisi ke kendaraan listrik berbasis baterai merupakan peluang penting untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan.
“Tentunya juga mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mendorong inovasi di sektor otomotif,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (19/10).
Baca Juga: Kekhawatiran Infrastruktur Pengisian Daya Jadi Hambatan Terbesar Adopsi EV Peningkatkan adopsi BEV di Indonesia berhubungan erat dengan faktor penawaran dan permintaan (
supply-demand). Di sisi supply, ABeam menyoroti aktivitas sebelum kendaraan mencapai saluran ritel. Sedangkan faktor demand, berhubungan dengan persepsi pelanggan tentang pengalaman menggunakan BEV. Adapun peningkatan pasokan BEV di Indonesia akan bergantung pada dua faktor utama yakni keterjangkauan dan ketersediaan. Kemudian, tiga elemen penting yang berkontribusi untuk menjadikan BEV lebih mudah diakses secara ekonomi ialah kemajuan teknologi mengarah pada pengurangan biaya produksi baterai, insentif pemerintah, dan skala ekonomi.
Baca Juga: Pembiayaan Kendaraan Listrik Mandiri Utama Finance Rp 56,1 Miliar per September 2023 Laporan ini juga menyebut, skala ekonomi memainkan peran penting dalam meningkatkan penetrasi BEV. Dengan meningkatkan volume produksi, skala ekonomi memungkinkan pengurangan biaya di bidang manufaktur, sehingga
harga kendaraan bisa lebih terjangkau.
Kemudian, dilihat dari perspektif permintaan, ABeam menyatakan, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi adopsi BEV ialah kesadaran pelanggan, dukungan pemerintah, dan infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli