Penghambat Konversi Elpiji Adalah Kultur Masyarakat



SURABAYA. Konversi atau pengalihan penggunaan minyak tanah ke LPG (liquid petroleum gas atau elpiji) sebagai energi rumah tangga masih mengalami kendala di berbagai daerah. Pasalnya, program yang dicanangkan sejak tahun 2007  tersandung kultur masyarakat, terutama masyarakat miskin."Ada faktor sosial budaya yang membuat masyarakat enggan untuk melakukan konversi," kata Dosen Sosiolog FISIP Universitas Airlangga, Bagong Suyanto di Semiloka edukasi pengalihan minyak tanah ke elpiji di Surabaya, Rabu (19/11).Cara berpikir rumah tangga miskin untuk menghitung pengeluaran termasuk membeli minyak tanah atau elpiji, kata Bagong, berbeda dengan kalangan menengah ke atas yang mempunyai penghasilan bulanan yang tetap. Penggunaan minyak tanah, meski dikalkulasi secara keseluruhan harga pembelian lebih mahal namun dapat dibeli secara harian. "Itu sesuai dengan perolehan penghasilan rumah tangga miskin, ini lebih menarik bagi mereka," kata Bagong.Bagong menyarankan agar pemerintah melakukan rekayasa sosial yang menekankan pada tindakan konkret yang dilakukan untuk mengimplementasikan dan memastikan bahwa arah perubahan direncanakan benar-benar dapat terealisasi. Untuk itu, perlu dibuat tim khusus yang terjun ke masyarakat langsung. "Tim bisa terdiri dari aparat pemerintah setempat dan didampingi dengan badan independen," kata Bagong.Untuk catatan, realisasi program pengalihan minyak tanah ke LPG tahun 2007 hingga 2008 (4 November 2008) untuk wilayah Jabodetabek, Sumatera Selatan, Jawa Barat,Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali sudah mencapai14.443.832 Kepala Keluarga, Usaha Mikro 614.703 dengan Volume LPG 449.748MT (Metrik Ton). Hingga akhir 2008 diproyeksikan 20 juta KK (Kepala Keluarga) dengan volume LPG 1.144.020 MT. Sedangkan 2009 proyeksi konversi untuk 18.044.211 KK dengan Volume LPG 1.600.000 MT.-- Dian Pitaloka SaraswatiKONTANKompas Gramedia Group
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: