Penghapusan batas bawah saham dikaji BEI



JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) berupaya menggairahkan pasar saham dengan menggerakkan saham-saham ngorok. Salah satunya, dengan membuka batasan harga terendah saham di pasar reguler yang saat ini Rp 50 per saham.

Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Anggota Bursa BEI Hamdi Hassyarbaini mengatakan, dengan membuka batas bawah minimal, harga saham yang selama ini tak bergerak dari level gocap, bisa ditransaksikan secara lebih riil.

"Sudah menjadi wacana dan memang opsinya mau dibuka menjadi tidak ada batasan, agar lebih likuid juga," ujar Hamdi, Rabu (17/2).


Saat ini, banyak saham lego jangkar di harga Rp 50 dan lama tak bergerak. Di pasar negosiasi, saham-saham gocap itu kerap ditransaksikan di bawah harga Rp 50 per saham.

Dengan aktivitas lebih besar, potensi saham untuk menguat juga bertambah. "Itu semua masih kami pelajari," imbuh Hamdi.

Janson Nasrial, Head of Institutional Equity MNC Securities, mengatakan, dibukanya batas bawah harga saham akan efektif membangunkan saham tidur. Selain itu, investor ritel akan lebih mudah bertransaksi dengan nilai nominal saham yang lebih kecil. Minat trading juga bisa meningkat.

"Jangkauan investor ritel akan semakin lebar dan harga sahamnya jauh lebih realistis. Risikonya juga menurut saya tidak akan besar. Ini akan lebih baik ketimbang sahamnya tidur dan tidak bergerak sama sekali," ujarnya.

Selama ini, stock split dianggap bisa menggairahkan saham-saham tidur. Kenyataannya, aksi korporasi itu belum tentu efektif. Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, mengatakan, dengan aturan tersebut pasar akan lebih fair dalam mencermati harga saham.

Pasalnya, di pasar reguler banyak saham yang sebenarnya berada di bawah Rp 50, tetapi tetap diperdagangkan di harga gocap. "Langkah bursa tepat untuk menimbang itu supaya pasar fair, kalau harga di bawah Rp 50, ya, seharusnya memang diperdagangkan di harga itu," imbuhnya.

Namun, David Sutyanto, Analis First Asia Capital, mengatakan, kebijakan ini memiliki dua mata pisau. Di satu sisi, dibukanya batas minimal bisa mengerek perdagangan di pasar reguler.

Di sisi lain aturan itu bisa membuat saham-saham yang berada di level Rp 50 jatuh, akibatnya investor akan rugi. Apalagi saat ini, saham berharga Rp 50 di pasar reguler juga tidak laku, bahkan dijual dengan diskon total.

"Saat ini, saham yang harganya Rp 50 di pasar reguler itu, di pasar negoisasi ada yang diperdagangkan sampai Rp 6. Kalau itu dibuka, saya prediksi, saham-saham itu akan ambles lagi," ujarnya.

David menilai, BEI harus mempertimbangkan selisih harga di pasar negosiasi dan reguler yang jauh berbeda. Jangan sampai, kebijakan ini justru mengubah kesimbangan pasar.

"Konsekuensinya, kalau saham itu jatuh hingga Rp 1 atau Rp 2, portofolio para nasabah akan turun signifikan dan uang mereka bisa dibilang hampir hilang," imbuh David.

Konsekuensi kedua, jika harga saham turun hingga Rp 1, maka saham tersebut menjadi tak bernilai. Hal ini menimbulkan masalah baru buat emiten. Janson menyatakan, BEI harus melibatkan emiten dalam kajian ini.

Misalnya, mendorong emiten menggelar aksi korporasi dan memperbaiki kinerja, agar saham-saham gocap kembali berpotensi menguat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie