KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penghapusan kredit macet petani, UMKM sektor pertanian dan nelayan di perbankan BUMN belum cukup untuk menggenjot pertumbuhan kredit. Apalagi mengejar target swasembada pangan tanpa dibarengi upaya lainnya seperti perbaikan infrastruktur pertanian. Peneliti Core Indonesia Eliza Mardian menilai, alangkah baiknya jika pemutihan kredit macet petani dan UMM sektor pertanian dibarengi dengan program lain yang dapat mendukung target swasembada pangan. Sebab, pemutihan kredit macet saja tidak cukup untuk mencapai target tersebut. Pemerintah perlu mengatasi akar persoalan sektor pertanian kita.
Sehingga, pemutihan kredit saja tidak ckup bisa mendorong pertumbuhan kredit ke sektor pertanian, perikanan jika persoalan strukturalnya tidak dibenahi dan produk keuangan yang ditawarkan belum bisa menyesuaikan dengan karakteristik sektornya. "Ini memang perlu diwujudkan dalam bentuk produk keuangan agar aturan penghapuasan kredit petani dan UMKM sektor pertanian ini optimal mendorong pertumbuhan kredit di sektor tersebut," kata Eliza kepada KONTAN, Selasa (5/11/2024).
Baca Juga: Kredit Macet 1 Juta Debitur UMKM Pertanian dan Perikanan Dihapuskan Diketahui, Presiden Prabowo Subianto resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2024 tentang penghapusan utang macet UMKM tani dan nelayan di perbankan Himbara. Beleid tersebut ditandatangani pada 5 November 2024. "Dengan ini pemerintah berharap dapat membantu saudara-saudara kita para produsen yang bekerja di bidang pertanian, UMKM, dan nelayan yang merupakan produsen pangan yang sangat penting, mereka dapat meneruskan usaha-usaha mereka dan mereka bisa lebih berdaya guna untuk bangsa dan negara," ujar Prabowo di Istana Merdeka Jakarta, Selasa (5/11/2024). Menurut Eliza, pertanian, peternakan dan perikanan masuk sektor berisiko tinggi kerena musiman. Kalaupun mereka mendapatkan kredit, maka tetap harus membayar cicilan bulanan, sementara dari sisi pendapatan mereka musiman tidak tiap bulan. Artinya, tidak sinkron antara supply (layanan produk keuangan) dengan demand (kebutuhan pendanaan petani, nelayan, peternak dan usaha kecil). "Terlebih, harga hasil panen yang fluktuatif di pasar untuk produk pertanian, perikanan ini pun membuat pendapatan petani tidak pasti. Itulah yang dilihat sebagai isiko tinggi bagi perbankan," paparnya. Eliza menjelaskan, sektor pertanian ini ibarat sakit sudah kronis di berbagai aspek, sehingga membutuhkan kebijakan yang holistik. Misalnya fiskal dialokasikan lebih bnyak untuk membangun infrastuktur mendasar krusial dan akan mempenagruhi indeks pertanaman (IP) yaitu irigasi.
Baca Juga: Prabowo Teken Aturan Hapus Piutang Macet Petani, Nelayan, dan UMKM Tanpa ada infrastuktur irigasi yang baik, berbagai bantuan dan subsidi ini akan percuma saja karena tanaman ini membutuhkan air. Pun benih yang dibagikan tidak akan tumbuh optimal jika irigasinya kurang baik. Tak ayal, lahan yang semestinya bisa dipakai untuk dua kali masa tanam padi, kerana berupa sawah tadah hujan dan tidak ada irigasi, maka jadnya hanya bisa ditanami satu kali saja. "Kalau ada irigasi yang baik, indeks pertanaman ini bisa jadi dua artinya satu tahun dua kali menanam padi. Kalau setahun banyak yang dua kali menanam, ini akan meningkatkan produksi padi secara agregat. dan swasembada pangan bisa tercapai," ujar Eliza. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat