Penghimpunan Dana Pasar Modal 2021 Mencapai Rp 363,3 Triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penghimpunan dana di pasar modal sepanjang tahun 2021 mencapai Rp 363,3 triliun, meningkat 207% dibandingkan realisasi tahun 2020 yang sebesar Rp 118 triliun. Penghimpunan dana ini berasal dari penawaran saham perdana, rights issue, serta penerbitan obligasi dan sukuk.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, penghimpunan dana yang mencapai Rp 363,3 triliun tersebut berasal dari 194 emiten. Pendorong utamanya bersumber dari perusahaan-perusahaan di sektor teknologi dan keuangan.

"Melihat sejarah pasar modal, penggalangan dana tahun 2021 di pasar modal lebih tinggi dari pertumbuhan kredit perbankan yang selama 2021 hanya mencapai Rp 228 triliun. Mudah-mudahan ini jadi tanda yang bagus untuk investasi kita ke depan," ungkap Wimboh dalam acara peresmian pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia tahun 2022 di Jakarta Selatan, Senin (3/1).


Baca Juga: IHSG Menguat 0,84% ke 6.637 Hingga Akhir Perdagangan Sesi I, Senin (3/1)

Dari securities crowdfunding (SCF), OJK juga mencatat, penghimpunan dana bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui platform ini sudah mencapai Rp 406,5 miliar. Sejauh ini, sudah ada tujuh penyelenggara yang memperoleh perizinan OJK dengan jumlah penerbit alias pencari dana sebanyak 192 usaha.

Wimboh menyampaikan, realisasi penggalangan dana lewat SCF memang masih kecil, tetapi potensinya bisa mencapai Rp 74 triliun. Ke depannya, OJK bakal mendorong UMKM yang bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mencari modal melalui SCF.

Menurut Wimboh, segala pencapaian tersebut menunjukkan kepercayaan investor terhadap pasar modal Indonesia. Ia pun optimistis keyakinan investor akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan ekonomi 2022 yang ditargetkan mencapai 5,2%.

Di sisi lain, pada tahun 2022 Indonesia masih akan menghadapi sejumlah tantangan. Mulai dari adanya penyebaran Covid-19 varian Omicron di beberapa negara, pembiayaan proyek strategis terutama infrastruktur yang cukup besar beserta penciptaan lapangan kerjanya, normalisasi kebijakan negara maju seperti inflasi yang sudah mulai meningkat di beberapa negara, serta agenda global penerusan emisi karbon.

Baca Juga: Presiden Jokowi Membuka Perdagangan BEI 2022, IHSG naik ke 6.638

Lebih lanjut, Indonesia juga perlu menangani ekses-ekses digitalisasi serta memikirkan sumber pertumbuhan ekonomi baru. "Jumlah penduduk Indonesia semakin banyak. Jika dibiarkan, maka suatu saat akan terjadi kelebihan kapasitas. Pasar modal harus bisa menjawab tantangan-tantangan tersebut," ucap Wimboh.

Meskipun begitu, Wimboh optimistis Indonesia memiliki kekuatan untuk bisa menjawab tantangan-tantangan tersebut, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang besar serta sumber daya alam yang belum diolah secara optimal. Kedua hal tersebut masih menyediakan ruang pertumbuhan ke depannya.

Untuk memaksimalkannya, OJK akan melaksanakan sejumlah kebijakan prioritas untuk 2022. OJK bakal menyiapkan operasionalisasi infrastruktur bursa karbon dan legalitasnya, mengembangkan indeks ESG, memperluas basis emiten melalui sekuritisasi dan pembiayaan proyek strategis, mengakomodasi emiten berbasis teknologi, perluasan UMKM, pengembangan pasar derivatif, serta menyelesaikan counterparty clearing.

Baca Juga: Rupiah Melemah pada Senin (3/1) Pagi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati