JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin segera menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia yang menjadi pekerja rumah tangga (PRT) ke luar negeri. Ini erat kaitannya dengan harga diri dan martabat bangsa. "Saya memberikan target kepada Menteri Tenaga Kerja untuk membuatkan roadmap yang jelas, dan kapan kita stop yang namanya pengiriman PRT. Kita harus punya harga diri dan martabat," kata Jokowi dalam Munas II Partai Hanura, Jumat (13/2). Menanggapi rencana Jokowi, Pemerhati Ketenagakerjaan, Poempida Hidayatulloh berpendapat, rencana penghentian TKI informal (PRT) memang sudah menjadi rencana kerja Pemerintahan sebelumnya yang menargetkan "zero TKI informal" pada tahun 2017. "Jika memang pemerintahan yang sekarang dapat melakukannya lebih cepat, berarti akan menjadi suatu prestasi yang baik," ujar Poempida di Jakarta, Minggu (15/2). Namun, menurut mantan anggota Komisi IX DPR ini, yang harus diperhatikan pemerintah adalah konsekuensinya. Yakni penegakan hukum harus dilakukan secara konsekuen. Hal ini agar tidak terjadi pasar gelap perdagangan manusia Indonesia di luar negeri, mengingat adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN akan membuka peluang terjadinya perdagangan manusia yang lebih besar. "Oleh karena itu, hukum secara tegas harus diberlakukan bagi mereka yang terlibat. Pasalnya, sampai saat ini pencapaian penegakan hukum dalam konteks perdagangan manusia masih sangat minim," tukas mantan Wakil Ketua Timwas DPR RI ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengiriman TKI di stop, penegakan hukum diperkuat
JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin segera menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia yang menjadi pekerja rumah tangga (PRT) ke luar negeri. Ini erat kaitannya dengan harga diri dan martabat bangsa. "Saya memberikan target kepada Menteri Tenaga Kerja untuk membuatkan roadmap yang jelas, dan kapan kita stop yang namanya pengiriman PRT. Kita harus punya harga diri dan martabat," kata Jokowi dalam Munas II Partai Hanura, Jumat (13/2). Menanggapi rencana Jokowi, Pemerhati Ketenagakerjaan, Poempida Hidayatulloh berpendapat, rencana penghentian TKI informal (PRT) memang sudah menjadi rencana kerja Pemerintahan sebelumnya yang menargetkan "zero TKI informal" pada tahun 2017. "Jika memang pemerintahan yang sekarang dapat melakukannya lebih cepat, berarti akan menjadi suatu prestasi yang baik," ujar Poempida di Jakarta, Minggu (15/2). Namun, menurut mantan anggota Komisi IX DPR ini, yang harus diperhatikan pemerintah adalah konsekuensinya. Yakni penegakan hukum harus dilakukan secara konsekuen. Hal ini agar tidak terjadi pasar gelap perdagangan manusia Indonesia di luar negeri, mengingat adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN akan membuka peluang terjadinya perdagangan manusia yang lebih besar. "Oleh karena itu, hukum secara tegas harus diberlakukan bagi mereka yang terlibat. Pasalnya, sampai saat ini pencapaian penegakan hukum dalam konteks perdagangan manusia masih sangat minim," tukas mantan Wakil Ketua Timwas DPR RI ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News