Denpasar. Pengrajin perhiasan perak di Bali menjerit karena ekspor semakin lesu akibat kondisi ekonomi global yang belum kondusif. Pengrajin perak Bali juga disulitkan harga perak bahan baku perhiasan semakin mahal. "Pengusaha perhiasan Bali umumnya sulit mendapatkan bahan baku berupa perak murni produksi dalam negeri dengan harga bersaing," kata Jro Mangku Kerti, pengusaha sekaligus eksportir perhiasan perak dan emas di Denpasar, Selasa (21/6). Pengrajin perhiasan perak umumnya menerima pesanan dari mitra usaha di mancanegara, dengan membawa rancangan yang disesuaikan pasar setempat. Pemesan biasanya membawa perak sebagai bahan baku sehingga pengrajin hanya memproduksinya saja.
Jro Mangku Kerti mengatakan, mitra usahanya membawa perak murni dari negerinya dengan bungkus warna biru konon produksi Indonesia yang selama ini dieskpor PT ANTAM Tbk UBPP Logam Mulia sebagai produsen emas dan perak di Indonesia. Pengusaha perhiasan perak Bali umumnya membeli perak impor dengan harga sesuai tarif internasional. Terntu saja, harga impor jauh lebih murah dari pada harga di dalam negeri. "Kami tidak bisa membeli perak serupa di dalam negeri karena harganya lebih mahal dari impor," tutur Jro Mangku yang dibenarkan rekannya Made Subrata yang menyebutkan pasaran ekspor perhiasan belakangan ini mengalami sedikit lesu. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat perdagangan ekspor khusus perhiasan daerah ini berkurang terus. Nilai ekspor pada April 2016 hanya US$ 4,9 juta, anjlok 24,71% jika dibandingkan periode yang sama 2015 senilai US$ 6,6 juta. Untuk bisa memulihkan kondisi perdagangan ekspor perhiasan di Nusantara termasuk Bali, maka perlu ada uluran tangan pemerintah untuk lebih menekan harga perak di dalam negeri paling sedikit sama dengan harga Internasional.. Pimpinan Butik Emas Logam Mulia Denpasar, Nur Syahrini Dewi ketika dikonfirmasi membenarkan, perak produksi PT ANTAM lebih banyak memenuhi pasaran ekspor, jika dibandingkan permintaan dalam negeri tentu dengan harga yang standar internasional.