KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Bitcoin (BTC) kembali menguat pada perdagangan Rabu (7/8). Berdasarkan CoinmarketCap, pukul 16.40 WIB, harga BTC naik 4,24% ke level US$ 57.494. Hal ini didorong oleh beberapa faktor ekonomi dan dinamika pasar yang signifikan. Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur menyebutkan, beberapa faktor dan dinamika pasar yang signifikan diantaranya aksi jual besar-besaran yang terjadi pada Senin (5/8) akibat ketidakpastian ekonomi makro seperti kenaikan suku bunga di Jepang, memburuknya data ketenagakerjaan di Amerika Serikat (AS), dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah, akhirnya mencapai titik jenuh. “Saat ini kelelahan penjual (
seller exhaustion) juga telah mencapai puncaknya, sehingga memberikan ruang bagi pasar untuk pulih,” kata Fyqieh kepada Kontan.co.id, Rabu (7/8).
Selain itu, Fyqieh menuturkan bahwa pemulihan harga Bitcoin terjadi bersamaan dengan indeks saham global utama, sehingga mencerminkan korelasi positif antara pasar kripto dan pasar saham tradisional.
Baca Juga: Bitcoin Masih Berpeluang Turun ke Bawah US$ 50.000, Investor Diharapkan Tetap Tenang Dia menyebutkan bahwa operasi pembelian kembali obligasi oleh pemerintah AS, yang berlanjut dalam beberapa minggu mendatang dengan total sekitar US$ 50 miliar, juga memberikan dorongan positif terhadap sentimen pasar. Kemudian, Fyqieh bilang, aktivitas penambang Bitcoin yang hampir mencapai kapitulasi, dengan tingkat
hash mendekati titik tertinggi sepanjang masa dan biaya penambangan sekitar US$ 43.000 per koin, juga menambah sentimen positif karena tingkat
hash yang stabil menunjukkan kepercayaan penambang terhadap kelangsungan harga Bitcoin. “Secara keseluruhan, meskipun terdapat volatilitas jangka pendek, faktor-faktor ini menunjukkan bahwa sentimen pasar mulai membaik, dengan banyak investor melihat ini sebagai peluang untuk berinvestasi dalam jangka panjang,” imbuhnya. Harga Bitcoin Masih di Bawah Level US$ 60.000 Kendati begitu, Fyqieh menjelaskan bahwa harga Bitcoin masih berada di bawah level US$ 60.000 karena beberapa faktor yang saling berkaitan. Pertama, meskipun ada pemulihan harga baru-baru ini, kinerja ETF Bitcoin spot AS menunjukkan kinerja yang kurang memuaskan dalam beberapa hari terakhir, dengan arus kas keluar bersih sekitar US$ 148 juta. “Ketidakstabilan ini dipimpin oleh ETF milik Fidelity dan Grayscale, menunjukkan kurangnya kepercayaan investor institusional dalam jangka pendek,” kata Fyqieh. Kedua, aktivitas penambang Bitcoin hampir mencapai kapitulasi, dengan tingkat
hash mendekati titik tertinggi sepanjang masa. Biaya penambangan yang sekitar US$ 43.000 per koin menunjukkan bahwa penambang tetap bertahan meskipun harga berada di bawah level psikologis penting. Penambang yang tetap menjual untuk menutupi biaya operasional dapat memberikan tekanan jual tambahan pada harga. Ketiga, sentimen makroekonomi yang lebih luas turut mempengaruhi harga Bitcoin. Data ketenagakerjaan yang buruk di AS, risiko resesi yang meningkat, dan volatilitas di pasar global akibat keputusan suku bunga bank sentral utama, seperti Bank Sentral Jepang, semuanya berkontribusi pada ketidakpastian yang lebih besar.
Baca Juga: Soal Anjloknya Bitcoin, Robert Kiyosaki: Saatnya Mereka yang Berani Jadi Lebih Kaya “Ini membuat investor lebih berhati-hati dalam melakukan investasi besar di pasar yang sangat volatil seperti kripto,” imbuhnya.
Keempat, Fyqieh bilang, aktivitas investor ritel yang masih rendah dan aktivitas
whales lama yang berkurang menunjukkan bahwa banyak investor besar masih dalam fase mengurangi eksposur mereka. Para pemegang jangka panjang yang menjual antara Maret dan Juni juga memberikan tekanan jual yang berkelanjutan, meskipun tidak ada tekanan jual signifikan saat ini. Walaupun ada potensi
rebound menuju akhir tahun, harga Bitcoin masih menghadapi hambatan signifikan untuk menembus level US$ 60.000. “Faktor-faktor ini menciptakan lingkungan yang penuh tantangan bagi Bitcoin untuk naik secara konsisten di atas level ini dalam jangka pendek,” ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih