Penguatan rupiah berpotensi hanya sementara, rentan koreksi dalam jangka panjang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah dinilai belum mencerminkan kondisi fundamental meski menguat dan nyaris tembus ke level bawah psikologis Rp 14.000 per dolar AS. Di samping itu, penguatan nilai tukar rupiah juga berpotensi sementara. 

Sebagai informasi, pada perdagangan Senin (9/11) rupiah menguat 1,02% ke level Rp 14.065 per dolar AS. Begitu juga dengan kurs tengah Bank Indonesia (JISDOR) yang menguat 1,04% ke level Rp 14.172 per dolar AS.

Ekonom dan Peneliti Institute of Economic and Development (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai penguatan rupiah hanya bersifat sementara. Selain itu, kondisi rupiah saat ini belum mencerminkan kondisi fundamental yang ada. 


"Belum, justru masih rentan koreksi dalam jangka panjang. Selain itu, hati-hati juga rupiah bisa kembali ke Rp 14.300 per dolar AS," ungkap Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (9/11). 

Baca Juga: Terkuat di Asia, rupiah ditutup ke Rp 14.065 per dolar AS pada hari ini (9/11)

Dia menjelaskan, penguatan mata uang Garuda saat ini masih disebabkan oleh Biden effect. Euforia di pasar keuangan saat ini dinilai masih cukup tinggi. Meskipun begitu, kondisi tersebut juga perlu dijaga agar hot money yang mengalir saat ini tidak mudah keluar. 

Adapun langkah yang perlu dilakukan untuk menjaga arus dana tetap mengalir ke pasar Tanah Air, Bhima menekankan perlunya membenahi masalah fundamental ekonomi, seperti menurunkan defisit APBN, meningkatkan konsumsi rumah tangga sampai ke meningkatkan kinerja neraca perdagangan. 

"Ini tantangannya kalau ekonomi kembali pulih kemudian impor naik dan defisit transaksi berjalan bengkak rupiah bisa kembali melemah," tegas Bhima. 

Untuk itu, Bhima menilai euforia penguatan rupiah di jangka pendek ini perlu dijaga momentumnya. Harapannya, hot money yang masuk saat ini bisa berubah menjadi investasi langsung atau foreign direct investment (FDI). 

Prediksinya, rupiah hingga akhir tahun akan bergerak di rentang Rp 14.300 per dolar AS hingga Rp 14.500 per dolar AS. 

"Sedangkan tahun depan, kemungkinan di rentang Rp 14.700 per dolar AS hingga Rp 15.000 per dolar AS," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menjelaskan, dalam beberapa hari terakhir, para pelaku pasar sudah bergerak masuk ke aset-aset berisiko mengantisipasi kemenangan Joe Biden, termasuk ke aset-aset rupiah.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) juga memberi indikasi bahwa neraca transaksi berjalan kuartal III-2020 bakal surplus, dan itu bisa mendukung penguatan rupiah. 

"Kalau secara teknikal, USDIDR memang sudah keluar dari area konsolidasi sejak berhasil bertahan di area Rp 14.600, sehingga tahun ini peluang rupiah bisa menuju potensi support berikutnya di kisaran Rp 13.850 per dollar AS hingga Rp 13.950 per dollar AS," jelas Ariston.

Sedangkan untuk tahun depan, Ariston memprediksi mata uang Garuda mampu menuju level support Rp 13.600 per dolar AS.

Selanjutnya: Ditopang sentimen eksternal, rupiah bakal lanjutkan penguatan pada Selasa (10/11)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi