Penguatan Rupiah Masih Dibayangi Potensi Kenaikan Suku Bunga The Fed



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang rilis data inflasi Amerika Serikat, mata uang rupiah masih melanjutkan tren penguatan. Diperkirakan pergerakan mata uang Garuda masih akan stabil didukung ekonomi Indonesia yang lebih baik.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, investor akan mencermati data ekonomi AS, salah satunya inflasi AS bulan Juni 2024. Diperkirakan inflasi umum cenderung melambat ke 3,1 YoY dari bulan sebelumnya 3,3% YoY, tetapi inflasi inti masih akan stabil di 3,4% YoY.

"Rilis data inflasi tersebut penting, mengingat pelaku pasar perlu mengonfirmasi tren pelonggaran kondisi pasar tenaga kerja AS yang terindikasi dari penurunan NFP dan mulai meningkatnya tingkat pengangguran," jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (10/7).


Kedepannya, nilai tukar Rupiah diperkirakan akan tetap stabil karena secara fundamental ekonomi Indonesia tetap solid. Ini terindikasi dari prospek pertumbuhan ekonomi, inflasi yang terkendali, dan posisi cadangan devisa yang juga memadai.

Posisi cadangan devisa Indonesia pada bulan Juni 2024 tercatat sebesar US$ 140,2 miliar, meningkat dari US$ 139 miliar pada bulan sebelumnya. Peningkatan cadangan devisa didorong oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.

"Cadangan devisa Indonesia cukup untuk membiayai 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh melebihi standar kecukupan cadangan devisa internasional sekitar 3 bulan impor," paparnya.

Baca Juga: Bertenaga, Rupiah Spot Ditutup Menguat ke Rp 16.241 Per Dolar AS Pada Hari Ini (10/7)

Meskipun begitu, ia mengingatkan perlu tetap waspada terhadap potensi berlanjutnya kenaikan suku bunga acuan oleh the Fed dan dampak dari risiko global yang muncul terkait situasi politik, khususnya di AS.

Di sisi lain, sentimen risk-off yang didorong oleh suku bunga kebijakan ‘higher for longer’ dari Fed masih berlangsung. Josua mengantisipasi penurunan pertama Federal Funds Rate (FFR) baru akan terjadi pada kuartal IV.

Selain itu, berkurangnya surplus perdagangan akibat normalisasi harga komoditas dan melemahnya permintaan global, di samping permintaan domestik Indonesia yang kuat, menimbulkan risiko pelebaran defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Ia mempertahankan perkiraannya bahwa cadangan devisa akan menurun dari US$ 146,4 miliar di akhir tahun 2023 menjadi sekitar US$ 140 - US$ 142 miliar di akhir tahun 2024. "Oleh karena itu, kami memperkirakan nilai tukar rupiah akan berada di kisaran Rp 15.800 - Rp 16.200 per dolar AS pada akhir tahun 2024, terdepresiasi dari Rp 15.397 per dolar AS pada akhir tahun 2023," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih