Penguatan rupiah mulai menekan ekspor



JAKARTA. Pemerintah mengklaim penguatan rupiah terhadap dollar AS saat ini telah menghemat pembayaran bunga utang hingga Rp 8,6 triliun. Tetapi di sisi lain penguatan rupiah yang semakin perkasa justru akan menghambat ekspor. Pasalnya, penguatan rupiah akan membuat ekspor kurang ekspansif.

Ahmad Erani Yustika, Direktur Eksekutif Indef, melihat dampak penguatan nilai tukar rupiah saat ini mulai terasa bagi kinerja ekspor nasional. "Ekspansi ekspor kita menjadi lebih berat karena faktor apresiasi rupiah," kata Erani, Kamis (28/7).

Penguatan rupiah terhadap dollar AS terjadi akibat arus dana asing yang terus mengalir masuk ke Indonesia. Erani menyarankan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian duduk bersama menghitung dampak apresiasi nilai rupiah ini terhadap ekspor. "Keseimbangan nilai tukar itu di titik berapa yang paling optimal, agar di satu sisi tidak merugikan para eksportir," ujar Erani.


Jangka pendek baik

Bagi Aviliani, pengamat ekonomi, dalam jangka pendek, penguatan rupiah saat ini bisa menjadi kesempatan mengimpor barang modal, seperti mesin untuk produksi. Tetapi dalam jangka panjang, penguatan rupiah tidak terlalu bagus juga. "Sebab orang lebih suka impor daripada membangun industri," ujarnya.

Erani menyebut nilai tukar Rp 9.000 per dollar AS sebagai titik yang baik, sedangkan Aviliani sebesar Rp 8.500.

Kendati akan mempengaruhi nilai ekspor, toh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan memprediksi, penguatan rupiah ini tidak akan mempengaruhi pertumbuhan pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester II ini. "Ekonomi semester II kemungkinan masih akan sebesar 6,5%," kata Rusman.

Berdasarkan data BPS, realisasi ekspor Indonesia pada periode Januari-Mei mencapai US$ 80,28 miliar atau meningkat 33,37% dibandingkan dengan tahun lalu. Padahal selama periode itu kurs rupiah tercatat menguat 4,57%.

Cuma memang total impor Indonesia selama Januari-Mei 2011 tumbuh sedikit lebih cepat ketimbang ekspor. Pada periode itu, impor mencapai US$ 68,51 miliar atau meningkat 33,86%.

Impor dari China tercatat terbesar dari negara lain yakni sebesar US$ 9,74 miliar. Menyusul impor dari Jepang sebanyak US$ 7,08 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can