Pengumpulan dana politik jadi motivasi kepala daerah korupsi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikhtiar menjaring dana politik menjelang 2019 tampaknya giat dilakukan oleh para kader-kader partai. Tak terkecuali para kader yang telah menduduki jabatan publik macam kepala daerah.

Teranyar, Senin (4/6) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencokok Bupati Purbalingga Tasdi, yang juga merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bersama lima orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Purbalingga dan Jakarta.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Senin (4/6) sempat memberikan keterangan kepada awak media bahwa OTT yang dilakukan di Purbalimgga terkait adanya dugaan gratifikasi atas sebuah proyek pembangunan di Purbalingga. Meski demikian ia enggan merincinya.


Sementara itu Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menyatakan modus menerima gratifikasi adalah cara termudah untuk korupsi yang dapat dilakukan kepala daerah.

"OTT Bupati Purbalingga merupakan modus korupsi paling jamak yang dilakukan oleh kepala daerah, yaitu dugaan menerima gratifikasi atau suap terkait proyek daerah. Modus lainnya seperti gratifikasi atau suap dalam perizinan dan pengisian jabatan daerah," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (5/6).

Zaenur menilai, gelaran Pilkada Serentak 2018, dan Pemilu 2019 bisa jadi motivasi terbesar para kepala daerah tak sungkan korupsi. Meskipun pada kasus OTT Bupati Tasdi, Kabipaten Purbalingga baru akan melaksanakan Pilkada pada 2020.

"Para kepala daerah menjelang pilkada serentak dan tahun pemilu diduga semakin gencar dalam melakukan korupsi dalam rangka memenuhi pendanaan politik. Memang untuk kasus Bupati Purbalingga tidak sedang dalam proses pilkada serentak.

Namun, jelang 2019 tren pengumpulan dana politik melalui penyalahgunaan kewenangan sudah muncul, jelasnya.

Ia juga menyatakan bahwa, kepala daerah punya banyak celah laksanakan korupsi. Meskipun telah ada beragam antisipasi.

Sebab, kepala daerah kerap jadi patron dalam masyarakat, sehingga berpotensi besar menyalahgunakan kewenangannya.

"Pengaruh kepala daerah pada praktiknya sangat besar. Selain itu, masih banyak birokrasi daerah belum cukup berintegritas sehingga berkolaborasi dengan kepala daerah dalam melakukan tindak pidana korupsi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto