JAKARTA. Baru keluar, aturan bea keluar ekspor mineral langsung menghadapi gelombang protes. Bahkan pengusaha pertambangan mineral berniat mengajukan uji materi (judicial review) untuk membatalkan aturan bea keluar ekspor mineral. Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia, Hendra Sinadia, menilai, pungutan bea keluar ekspor mineral membebani pengusaha tambang kelas kecil dan menengah. Eksportir pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) akan sulit bertahan karena ada tambahan biaya. Menurutnya, aturan ini tidak adil. Pengusaha yang tidak bisa bertahan akan bangkrut. Pebisnis yang terjepit dan ingin bertahan bisa jadi berusaha mengakalinya.
Sikap Poltak Sitanggang, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia, lebih keras lagi. Asosiasi ini akan mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Agung, demi mengganjal penerapan bea keluar ekspor mineral. Sebagai catatan, protes pengusaha tambang mineral ini bermuara pada penerbitan Peraturan Menteri Keuangan No 75/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar. Beleid ini menyatakan, seluruh eksportir 65 jenis mineral, baik logam, bukan logam, maupun bebatuan wajib menyetor bea keluar ekspor 20% ke kas negara mulai 16 Mei 2012. Persentase tarif bea keluar mengacu pada Harga Patokan Ekspor (HPE) yang diterbitkan Menteri Perdagangan. Penentuan HPE ini berdasarkan rata-rata harga free on board (FOB) ekspor mineral selama tiga bulan.