Pengusaha Amerika lirik waralaba lokal



JAKARTA. Hubungan bisnis antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) akan semakin kuat. Setelah 16 waralaba AS merangsek masuk ke Indonesia, kini giliran Negeri Uwak Sam yang membidik waralaba Indonesia.

David Gossack, Konselor Urusan Komersial Kementerian Perdagangan AS mengungkapkan, investor dari negaranya tertarik memboyong perusahaan waralaba lokal ke AS. Sayang, ia mengunci rapat nama perusahaan waralaba yang dilirik itu. "Kami tertarik akan satu perusahaan franchise Indonesia dan akan mengembangkan ke sana," ungkap Gossack kepada KONTAN dalam Konferensi Pers Komersial AS-Indonesia di Gedung Kedutaan Besar AS, Jakarta, Rabu (14/12).

Gossack mengakui bisnis waralaba Indonesia dilirik karena perkembangannya yang pesat. Kondisi ekonomi Indonesia yang stabil membuat pendapatan waralaba ikut terdongkrak.


Sekadar gambaran, AS memiliki lebih dari 1.000 perusahaan waralaba yang bergerak di 100 bidang bisnis. Investor terbesar masih berasal dari Eropa dan Jepang.

Amir Karamoy, Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) pun menilai, sudah saatnya waralaba lokal melebarkan sayapnya ke luar negeri. "Kalau merek lokal diminati, artinya ada potensi ekspor. Sayang pemerintah belum menyadari itu," tutur Amir.

Amir memandang, ekspansi ini akan mengembangkan bisnis waralaba lokal. Sebab, pembeli merek alias franchi-see akan membayar biaya waralaba atau franchise fee kepada franchisor. Di AS, biaya waralaba berkisar US$ 500.000-US$ 1 juta.

Populasi kelas menengah di AS yang besar juga berpotensi meningkatkan omzet waralaba. Amir memperkirakan, omzet waralaba di AS mencapai US$ 1 triliun per tahun.

Senin lalu, kerja sama waralaba Indonesia dan AS ditandai dengan penawaran 16 waralaba AS ke pengusaha lokal. Kerja sama ini diawali dengan komitmen Grup Sahid dan Johnny Rockets Group Inc.

Tahun ini, total investasi AS ke Indonesia mencapai US$ 2 triliun. Rencananya, sekitar 20 perusahaan AS yang bergerak di sektor riil bakal masuk ke Indonesia pada Mei 2012.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: