KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) atau Indonesian Coal Mining Association (ICMA) mengungkap kendala yang dialami para pengusaha tambang batubara terutama yang memiliki wilayah pertambangan di dekat atau di sekitar Ibu Kota Negara (IKN). Menurut Ketua Umum APBI Priyadi, dirinya telah mendapat banyak keluhan dari para anggota karena wilayah tambang mereka yang tidak bisa berkembang dari tahap eksplorasi ke tahap operasi produksi. "Ya terus terang saja, sekarang saya sudah mendapat keluhan-keluhan anggota saya yang wilayahnya di lokasi IKN berpotensi tidak bisa dinaikkan dari eksplorasi ke operasi produksi, di sana karena dilarang ke wilayah IKN. Yang sebelumnya, itu tidak ada," ungkapnya dalam sesi diskusi di acara Indonesia Mining Summit 2024, di Jakarta, Rabu (4/12). Baca Juga: Mandiri Tunas Finance Salurkan Pembiayaan Alat Berat Rp 3 Triliun per November 2024 Priyadi menambahkan, larangan ini merupakan hambatan dalam proses produksi batubara. Di tengah framing negatif batubara yang menurutnya kurang seimbang. "Nah, inilah yang menjadi hambatan-hambatan, kurang seimbang. Selain image framing Batubara yang dianggap menjadi barang hitam ya," tambahnya. Dia kemudian menyebutkan bahwa peraturan pertambangan di Indonesia mulai banyak berubah banyak sejak tahun 2020-an. Jika dibandingkan dengan peraturan di era 90-an yang masih memberikan hak berkelanjutan (conjuctive title) pada tambang batu bara. Hak berkelanjutan ini ungkap Priyadi lebih diminati dibandingkan dengan izin usaha kegiatan tambang yang mengalihkan banyak kontrak yang telah berumur puluhan tahun. "Di era 90-an bahkan sebelumnya, PKPB2B dalam industri batubara diberi hak conjuctive title, mulai dari eksplorasi sampai nanti kegiatan produksinya," katanya. Baca Juga: Adaro Andalan (AADI) ARA di Hari Perdana, Simak Rekomendasi & Target Harganya ”Dengan kondisi tahun 2020-an sekarang ini, itu kondisinya sangat-sangat berbeda, baik dari aturannya, maupun dari sisi masyarakatnya. Kalau keahliannya, jempolan semua,” tambahnya. Hambatan ini menurut Priyadi juga akan berpengaruh pada kontribusi batubara terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Terutama ketika harga batubara dunia mengalami kenaikan. "Kalau harga batubara naik, maka PDB itu juga naik. Jadi hitunglah dulu, karena pertambangan itu padat modal dan padat teknologi," ungkapnya. Asal tahu saja, produksi tambang, termasuk batubara, saat ini tercatat menjadi penyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terbesar senilai Rp 173 triliun hingga 2023. Atau melebihi komoditas minyak dan gas bumi (migas) yang sekitar Rp 150 triliun. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno mengakui bahwa perkembangan dari data sumber daya dan cadangan mineral dan batubara Indonesia relatif lambat. Hal ini terjadi karena belum masifnya eksplorasi pertambangan termasuk eksplorasi di batubara. "Eksplorasi yang dilakukan secara detail di Indonesia mungkin masih kurang dari 20%, itulah yang perlu diidentifikasi. Seperti batubara, cekungan kan banyak banget, tetapi yang telah detail sampai eksplorasi belum banyak," ungkap Tri. Untuk mempercepat hal tersebut, ESDM ungkap dia akan melakukan evaluasi terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang sudah diberikan antara tahun 2024-2026. "Ke depan, menurut saya 2-3 tahun ke depan, pastinya ada penambahan sumber daya cadangan yang cukup signifikan," katanya. Meski memiliki potensi cadangan mineral yang besar, STJ Budi Santoso, ketua Indonesian Association of Geologists (IAGI) mewanti-wanti risiko yang tinggi dari adanya peningkatan eksplorasi.
Pengusaha Batubara Sebut Peraturan Khusus Tambang di IKN Menghambat Produksi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) atau Indonesian Coal Mining Association (ICMA) mengungkap kendala yang dialami para pengusaha tambang batubara terutama yang memiliki wilayah pertambangan di dekat atau di sekitar Ibu Kota Negara (IKN). Menurut Ketua Umum APBI Priyadi, dirinya telah mendapat banyak keluhan dari para anggota karena wilayah tambang mereka yang tidak bisa berkembang dari tahap eksplorasi ke tahap operasi produksi. "Ya terus terang saja, sekarang saya sudah mendapat keluhan-keluhan anggota saya yang wilayahnya di lokasi IKN berpotensi tidak bisa dinaikkan dari eksplorasi ke operasi produksi, di sana karena dilarang ke wilayah IKN. Yang sebelumnya, itu tidak ada," ungkapnya dalam sesi diskusi di acara Indonesia Mining Summit 2024, di Jakarta, Rabu (4/12). Baca Juga: Mandiri Tunas Finance Salurkan Pembiayaan Alat Berat Rp 3 Triliun per November 2024 Priyadi menambahkan, larangan ini merupakan hambatan dalam proses produksi batubara. Di tengah framing negatif batubara yang menurutnya kurang seimbang. "Nah, inilah yang menjadi hambatan-hambatan, kurang seimbang. Selain image framing Batubara yang dianggap menjadi barang hitam ya," tambahnya. Dia kemudian menyebutkan bahwa peraturan pertambangan di Indonesia mulai banyak berubah banyak sejak tahun 2020-an. Jika dibandingkan dengan peraturan di era 90-an yang masih memberikan hak berkelanjutan (conjuctive title) pada tambang batu bara. Hak berkelanjutan ini ungkap Priyadi lebih diminati dibandingkan dengan izin usaha kegiatan tambang yang mengalihkan banyak kontrak yang telah berumur puluhan tahun. "Di era 90-an bahkan sebelumnya, PKPB2B dalam industri batubara diberi hak conjuctive title, mulai dari eksplorasi sampai nanti kegiatan produksinya," katanya. Baca Juga: Adaro Andalan (AADI) ARA di Hari Perdana, Simak Rekomendasi & Target Harganya ”Dengan kondisi tahun 2020-an sekarang ini, itu kondisinya sangat-sangat berbeda, baik dari aturannya, maupun dari sisi masyarakatnya. Kalau keahliannya, jempolan semua,” tambahnya. Hambatan ini menurut Priyadi juga akan berpengaruh pada kontribusi batubara terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Terutama ketika harga batubara dunia mengalami kenaikan. "Kalau harga batubara naik, maka PDB itu juga naik. Jadi hitunglah dulu, karena pertambangan itu padat modal dan padat teknologi," ungkapnya. Asal tahu saja, produksi tambang, termasuk batubara, saat ini tercatat menjadi penyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terbesar senilai Rp 173 triliun hingga 2023. Atau melebihi komoditas minyak dan gas bumi (migas) yang sekitar Rp 150 triliun. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno mengakui bahwa perkembangan dari data sumber daya dan cadangan mineral dan batubara Indonesia relatif lambat. Hal ini terjadi karena belum masifnya eksplorasi pertambangan termasuk eksplorasi di batubara. "Eksplorasi yang dilakukan secara detail di Indonesia mungkin masih kurang dari 20%, itulah yang perlu diidentifikasi. Seperti batubara, cekungan kan banyak banget, tetapi yang telah detail sampai eksplorasi belum banyak," ungkap Tri. Untuk mempercepat hal tersebut, ESDM ungkap dia akan melakukan evaluasi terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang sudah diberikan antara tahun 2024-2026. "Ke depan, menurut saya 2-3 tahun ke depan, pastinya ada penambahan sumber daya cadangan yang cukup signifikan," katanya. Meski memiliki potensi cadangan mineral yang besar, STJ Budi Santoso, ketua Indonesian Association of Geologists (IAGI) mewanti-wanti risiko yang tinggi dari adanya peningkatan eksplorasi.