JAKARTA. Meski pemerintah sudah menaikkan hitungan harga indeks pasar (HIP) jenis biodiesel, namun Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) mengklaim masih merugi dengan penetapan HIP itu. Makanya, Aprobi meminta pemerintah memperbaiki HIP biodiesel, mengacu harga sawit mentah plus ongkos produksi. Penghitungan HIP saat ini berdasarkan pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2185/12/MEM/2014 tentang Perubahan Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati (HIP BBN). Jika dalam aturan sebelumnya, produsen biodiesel hanya menikmati HIP per kilo liter sebesar 100% Mean of Platts Singapore (MOPS), dalam aturan perubahan, produsen bisa menikmati harga 100% MOPS ditambah 3,48%, atau menjadi 103,48% MOPS, per kiloliter. Adapun, saat ini, harga MOPS solar sekitar US$ 750 per KL. Ketua Aprobi Paulus Tjakrawan mengatakan, akibat penetapan HIP jenis biodiesel itu, produsen biodiesel mengklaim merugi sekitar US$ 50–US$ 70 per ton. "Kalau seperti ini terus, bisnis kami akan terhambat dan kemungkinan akan stop," kata dia kepada KONTAN, Selasa (8/12).
Pengusaha biodiesel minta hitungan HIP diubah
JAKARTA. Meski pemerintah sudah menaikkan hitungan harga indeks pasar (HIP) jenis biodiesel, namun Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) mengklaim masih merugi dengan penetapan HIP itu. Makanya, Aprobi meminta pemerintah memperbaiki HIP biodiesel, mengacu harga sawit mentah plus ongkos produksi. Penghitungan HIP saat ini berdasarkan pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2185/12/MEM/2014 tentang Perubahan Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati (HIP BBN). Jika dalam aturan sebelumnya, produsen biodiesel hanya menikmati HIP per kilo liter sebesar 100% Mean of Platts Singapore (MOPS), dalam aturan perubahan, produsen bisa menikmati harga 100% MOPS ditambah 3,48%, atau menjadi 103,48% MOPS, per kiloliter. Adapun, saat ini, harga MOPS solar sekitar US$ 750 per KL. Ketua Aprobi Paulus Tjakrawan mengatakan, akibat penetapan HIP jenis biodiesel itu, produsen biodiesel mengklaim merugi sekitar US$ 50–US$ 70 per ton. "Kalau seperti ini terus, bisnis kami akan terhambat dan kemungkinan akan stop," kata dia kepada KONTAN, Selasa (8/12).