Pengusaha CPO resah permintaan dari India turun



JAKARTA. Bagi eksportir, pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat bisa membawa berkah. Tapi, eksportir kelapa minyak sawit atau crude palm oil (CPO) gelisah lantaran permintaan dunia makin seret. 

Harga CPO juga masih tertekan. Sejak awal tahun harga CPO global hanya bergerak dikisaran US$ 610 sampai US$ 707,5 metrik ton. Banjir di Malaysia yang berdampak pada berkurangnya pasokan justru membuat harga CPO kian terungkur menjadi US$ 610 metrik ton. Sedangkan akhir tahun lalu, harganya masih US$ 677,6 per metrik ton. 

Padahal ongkos produksi yang harus dikeluarkan pengusaha juga naik menjadi US$ 500 per metrik ton dari US$ 300 per metrik ton. Meskipun masih ada selisih dari harga jual saat ini. Namun margin yang didapat pengusaha menipis. 


"Pelemahan Rupiah harus disikapi jangan menghibur diri. Sebaliknya pemerintah melipat gandakan ekspor," kata Joko Supriyono, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada akhir pekan lalu (13/3).

Pengusaha CPO kian nelangsa menyusul Pemerintah India mengurangi ekspor CPO dari Indonesia sejak setahun lalu. Alasanya, bea keluar yang ditetapkan Pemerintah Indonesia membuat harga jual CPO Indonesia mahal. Padahal pabrik refinery di India harus tetap beroperasi. India menjadi negara terbesar kedua setelah Tiongkok yang mengimpor CPO dari Indonesia 

Alhasil demi memenuhi kebutuhan CPO India yang setahun mencapai 20 juta ton, India menambalnya dari ekspor minyak biji matahari asal Ukraina sebanyak 1,3 juta ton.

Tahun lalu, ekspor CPO Indonesia ke India mencapai 5,1 juta ton, turun sebesar 17% dari total ekspor CPO ke India tahun 2013. Sedangkan, Januari 2015 lalu volume impor CPO ke India turun 39,7% dibandingkan Desember lalu menjadi 298.270 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia