JAKARTA. Pengusaha menyambut baik penerapan mekanisme pencatatan ekspor dengan metode cost, insurance, and freight (CIF) yang diberlakukan pemerintah mulai 1 Agustus, dari sebelumnya Free on Board (FOB). Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Iskandar Zulkarnaen menilai, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini cukup bagus. "Dampaknya bisa dilihat secara makro bahwa beberapa industri akan terangkat," ujarnya, Kamis (1/8). Iskandar bilang, industri pelayaran, asuransi, dan logistik akan terangkat dan diberdayakan secara bersamaan. Semua industri ini mau tak mau harus siap menyongsong CIF ini. Dengan pemberlakuan CIF untuk ekspor, maka perusahaan forwarder kini memiliki tugas baru, yakni berkoordinasi dengan agen-agen di luar negeri, yang selama ini menangani proses setelah barang masuk ke kapal hingga sampai ke negara tujuan. "Koordinasi sudah mulai dilakukan dengan berbagai pihak. Sebab, nantinya pengangkutan beberapa komoditas hingga ke negara tujuan ekspor adalah pekerjaan yang akan lakukan," katanya. Dengan begitu, Iskandar menilai, defisit neraca transaksi berjalan yang selama ini terjadi tidak semakin melebar. Sebelumnya, Kementerian Perdagangan berencana agar mekanisme pencatatan ekspor dengan menggunakan CIF ini diterapkan mulai 1 Agustus 2013. Terobosan ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekspor Indonesia di tengah tekanan defisit neraca perdagangan yang terjadi be berapa bulan ini. "Untuk eksportasi menggunakan CIF ditargetkan mulai dari 1 Agustus. Implementasinya memang diharapkan sesegera mungkin, karena pencatatan dengan mekanisme ini valid sekali. Impor saja sudah pakai CIF, masak ekspor masih pakai FOB," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, pekan lalu. Untuk tahap awal, CIF kemungkinan masih akan diterapkan dalam skala kecil atau terbatas pada komoditas tertentu, seperti ekspor minyak sawit mentah (CPO), kakao, karet dan batubara. Asal tahu saja, selama Januari-Mei defisit perdagangan tercatat US$ 2,53 miliar akibat ekspor sebesar US$ 76,25 miliar tak mampu menutup impor US$ 78,78 miliar. Defisit perdagangan itu menyumbang defisit neraca transaksi berjalan yang pada kuartal I 2013 sebesar US$ 5,3 miliar. Transaksi ekspor selama ini menggunakan metode free on board yang hanya memperhitungkan nilai ekspor sampai barang dimuat di kapal. Sedangkan impor menggunakan CIF yang memperhitungkan nilai barang, biaya pengapalan hingga asuransi pengiriman barang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengusaha dukung sistem pencatatan ekspor CIF
JAKARTA. Pengusaha menyambut baik penerapan mekanisme pencatatan ekspor dengan metode cost, insurance, and freight (CIF) yang diberlakukan pemerintah mulai 1 Agustus, dari sebelumnya Free on Board (FOB). Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Iskandar Zulkarnaen menilai, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini cukup bagus. "Dampaknya bisa dilihat secara makro bahwa beberapa industri akan terangkat," ujarnya, Kamis (1/8). Iskandar bilang, industri pelayaran, asuransi, dan logistik akan terangkat dan diberdayakan secara bersamaan. Semua industri ini mau tak mau harus siap menyongsong CIF ini. Dengan pemberlakuan CIF untuk ekspor, maka perusahaan forwarder kini memiliki tugas baru, yakni berkoordinasi dengan agen-agen di luar negeri, yang selama ini menangani proses setelah barang masuk ke kapal hingga sampai ke negara tujuan. "Koordinasi sudah mulai dilakukan dengan berbagai pihak. Sebab, nantinya pengangkutan beberapa komoditas hingga ke negara tujuan ekspor adalah pekerjaan yang akan lakukan," katanya. Dengan begitu, Iskandar menilai, defisit neraca transaksi berjalan yang selama ini terjadi tidak semakin melebar. Sebelumnya, Kementerian Perdagangan berencana agar mekanisme pencatatan ekspor dengan menggunakan CIF ini diterapkan mulai 1 Agustus 2013. Terobosan ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekspor Indonesia di tengah tekanan defisit neraca perdagangan yang terjadi be berapa bulan ini. "Untuk eksportasi menggunakan CIF ditargetkan mulai dari 1 Agustus. Implementasinya memang diharapkan sesegera mungkin, karena pencatatan dengan mekanisme ini valid sekali. Impor saja sudah pakai CIF, masak ekspor masih pakai FOB," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, pekan lalu. Untuk tahap awal, CIF kemungkinan masih akan diterapkan dalam skala kecil atau terbatas pada komoditas tertentu, seperti ekspor minyak sawit mentah (CPO), kakao, karet dan batubara. Asal tahu saja, selama Januari-Mei defisit perdagangan tercatat US$ 2,53 miliar akibat ekspor sebesar US$ 76,25 miliar tak mampu menutup impor US$ 78,78 miliar. Defisit perdagangan itu menyumbang defisit neraca transaksi berjalan yang pada kuartal I 2013 sebesar US$ 5,3 miliar. Transaksi ekspor selama ini menggunakan metode free on board yang hanya memperhitungkan nilai ekspor sampai barang dimuat di kapal. Sedangkan impor menggunakan CIF yang memperhitungkan nilai barang, biaya pengapalan hingga asuransi pengiriman barang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News