Pengusaha Gelisah Penerapan SNI Menggoyang Industri Makanan



JAKARTA. Saat ini, pengusaha makanan minuman masih was-was dengan dampak penyebaran susu China bermelamin. Nah, mendengar rencana pemerintah memperketat pengawasan terhadap produk makanan minuman yang beredar lewat penerapan standar nasional Indonesia (SNI), pengusaha kian gelisah.Pengusaha khawatir, kewajiban penerapan SNI bakal menggoyang industri makanan di dalam negeri. "Kebijakan itu bisa memperlambat pasar dan pertumbuhan industri makanan minuman," kata Sekretaris Perusahaan PT Garudafood, Franky Sibarani, Selasa (14/10). Siapa sasaran kewajiban SNI juga masih simpang siur. Maklum, jumlah produk makanan minuman sangat banyak. "Kalau wajib, apakah semuanya akan terkena? Produk makanan dan minuman itu kan banyak sekali,” ucap Franky.Jika pemerintah bersikeras mewajibkan SNI, pengusaha sudah ancang-ancang meminta insentif. Di antaranya, meminta pemerintah fokus melindungi pasar dalam negeri dari serbuan produk impor peralihan. Maksudnya, sejak terjadinya krisis keuangan global, banyak negara mengalihkan produk ekspornya  ke Indonesia. "Indonesia sasaran empuk pengalihan ekspor, termasuk juga di sektor produk makanan. Pemerintah harus memahami itu, jangan justru menambah beban industri ini," tegas Franky. Beberapa pengusaha juga menyangsikan, pemerintah akan serius menerapkan kewajiban SNI. Ketua Asosiasi Minuman Ringan (Asrim) Suroso Natakusuma salah satunya. Menurutnya, selama ini, sudah cukup banyak regulasi mengenai pengawasan produk. Tapi, "Asal ada pelanggaran hanya kena tindak pidana ringan. Ini kan tidak ada efek jera. Paling-paling hanya kena denda. Setelah itu bebas,” katanya, kemarin.Selain itu, pengusaha juga khawatir, kebijakan wajib SNI akan tumpang tindih dengan kebijakan yang sudah ada lebih dulu. “Selain SNI, sudah banyak peraturan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Departemen Perdagangan. Apa itu nanti tidak saling tumpang tindih?" tanya Direktur PT Olaga Food, Djoekino.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie