Pengusaha: IA-CEPA akan dorong peningkatan standard produk Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan ratifikasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) akan segera dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada masa sidang tahun 2019-2020. Bila IA-CEPA diimplementasikan, salah satu manfaat yang didapat Indonesia ada di sektor perdagangan barang, dimana Australia akan menghapus pos tarif sebanyak 6474 pos tarif menjadi 0%.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani memandang, pengurangan tarif ini memang penting, namun manfaat tersebut tidak akan bisa didapatkan bila tidak ada kesiapan dari produk Indonesia.

Baca Juga: Kemdag optimistis perjanjian dagang dengan Australia dan Eropa akan menguntungkan


"Karena itu kita harus memetakan produk-produk yang siap untuk diekspor ke Australia," tutur Shinta, Selasa (19/11).

Shinta juga mengatakan, dengan adanya IA-CEPA ini, maka standar produk Indonesia akan terus didorong untuk meningkat. Pasalnya, produk-produk yang masuk ke Australia memiliki standar yang tinggi. 

Karena itu, menurut Shinta, bila produk Indonesia bisa diekspor ke Australia, maka Indonesia bisa memperluas pasar ke negara-negara lain.

"Jadi sebenarnya IA-CEPA membantu kita untuk masuk ke pasar yang selama ini tidak bisa kita masuki, karena standardnya naik," tutur Shinta.

Untuk meningkatkan kualitas atau standard produk tersebut, Shinta juga menilai permasalahan-permasalahan dalam negeri, khususnya yang berkaitan dengan industrialisasi, diselesaikan lebih dahulu. 

Salah satu masalahnya berkaitan dengan biaya produksi. Menurut Shinta, bila biaya produksi yang dihasilkan oleh Indonesia lebih tinggi dari negara lain, maka produk Indonesia akan sulit bersaing dengan produk negara lain.

Baca Juga: Kesepakatan perdagangan bebas RI-Australia ditandatangani pekan depan?

"Tarif itu penting, karena kalau tarif ketinggian kita tidak bisa kompetisi. Kedua biaya produksi itu penting. Kalau cost kita terlalu tinggi, kita tidak bisa bersaing. Ini harus diperhatikan. Maka di dalam negeri sendiri, pekerjaan rumah kita masih sangat banyak," ujar Shinta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi