JAKARTA. Pengusaha Jepang kembali melirik industri cetakan dan besi ulir (mold dan dies) di Indonesia. Sebanyak 18 perusahaan yang tergabung dalam Koperasi Industri Mold and Dies Prefektur Toyama berencana menanamkan modal senilai ¥ 150 juta di Indonesia. Rencananya perusahaan patungan itu akan dibangun sekitar pertengahan November 2011 di Jakarta.Ke-18 perusahaan ini sebetulnya memiliki skala industri usaha kecil dan menengah (UKM) dimana masing-masing perusahaan memiliki karyawan tak lebih dari 20 orang. Agar tidak menyulitkan setiap UKM, maka ke-18 perusahaan itu sepakat untuk bergabung mendirikan perusahaan patungan. Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian, Budi Darmadi mengakui, industri mold dan dies di Indonesia prospektif. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan perusahaan selama tiga tahun terakhir. Tiga tahun lalu industri mold dan dies di Indonesia beranggotakan 30 perusahaan. Kini, industri mold dan dies mencapai 100 perusahaan. "Industri itu sudah memperkuat basis manufaktur di Indonesia sejak tiga tahun lalu," ucapnya, Senin (12/9).Menurut Budi, Prefektur Toyama tertarik mendirikan pabrik mold and dies di dalam negeri lantaran produksi produk serupa di Jepang terus merosot akibat meroketnya nilai tukar yen. Kemerosotan ini menyebabkan banyak anggota koperasi yang merugi 60%-70% per bulan dari pencapaian 10 tahun sebelumnya. Bahkan, dua perusahaan di antaranya telah bangkrut pada awal 2011.Jadi, tidak heran apabila perusahaan itu membidik Indonesia sebagai basis produksi agar bisa mendapatkan keuntungan lebih. Perusahaan ini rencananya akan menyediakan cetakan komponen dan peralatan bagi produsen mobil di Indonesia dan Jepang.Cetakan yang akan dibuat misalnya bodi mobil. Budi mengatakan, cetakan bodi mobil masih membutuhkan ketelitian dan kemampuan yang tinggi. Sumber daya manusia Indonesia pun menurutnya belum bisa membuat cetakan yang rumit tersebut. Padahal, keuntungan yang bisa dikantongi dari pembuatan cetakan itu cukup tinggi.Pengetahuan sumber daya lokal tentang industri cetakan pun terbilang minim. Lalu, Indonesia pun masih mengimpor baja sebagai bahan baku cetakan dari Jepang dan Taiwan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengusaha Jepang akan menanam investasi pada industri mold dan dies
JAKARTA. Pengusaha Jepang kembali melirik industri cetakan dan besi ulir (mold dan dies) di Indonesia. Sebanyak 18 perusahaan yang tergabung dalam Koperasi Industri Mold and Dies Prefektur Toyama berencana menanamkan modal senilai ¥ 150 juta di Indonesia. Rencananya perusahaan patungan itu akan dibangun sekitar pertengahan November 2011 di Jakarta.Ke-18 perusahaan ini sebetulnya memiliki skala industri usaha kecil dan menengah (UKM) dimana masing-masing perusahaan memiliki karyawan tak lebih dari 20 orang. Agar tidak menyulitkan setiap UKM, maka ke-18 perusahaan itu sepakat untuk bergabung mendirikan perusahaan patungan. Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian, Budi Darmadi mengakui, industri mold dan dies di Indonesia prospektif. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan perusahaan selama tiga tahun terakhir. Tiga tahun lalu industri mold dan dies di Indonesia beranggotakan 30 perusahaan. Kini, industri mold dan dies mencapai 100 perusahaan. "Industri itu sudah memperkuat basis manufaktur di Indonesia sejak tiga tahun lalu," ucapnya, Senin (12/9).Menurut Budi, Prefektur Toyama tertarik mendirikan pabrik mold and dies di dalam negeri lantaran produksi produk serupa di Jepang terus merosot akibat meroketnya nilai tukar yen. Kemerosotan ini menyebabkan banyak anggota koperasi yang merugi 60%-70% per bulan dari pencapaian 10 tahun sebelumnya. Bahkan, dua perusahaan di antaranya telah bangkrut pada awal 2011.Jadi, tidak heran apabila perusahaan itu membidik Indonesia sebagai basis produksi agar bisa mendapatkan keuntungan lebih. Perusahaan ini rencananya akan menyediakan cetakan komponen dan peralatan bagi produsen mobil di Indonesia dan Jepang.Cetakan yang akan dibuat misalnya bodi mobil. Budi mengatakan, cetakan bodi mobil masih membutuhkan ketelitian dan kemampuan yang tinggi. Sumber daya manusia Indonesia pun menurutnya belum bisa membuat cetakan yang rumit tersebut. Padahal, keuntungan yang bisa dikantongi dari pembuatan cetakan itu cukup tinggi.Pengetahuan sumber daya lokal tentang industri cetakan pun terbilang minim. Lalu, Indonesia pun masih mengimpor baja sebagai bahan baku cetakan dari Jepang dan Taiwan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News