JAKARTA. Kendati kecemasan sudah menyeruak di lantai bursa komoditas dunia lantaran kasus Goldman Sachs, pengusaha kelapa sawit dalam negeri belum bisa menakar efeknya di dalam negeri. "Kita baru bisa lihat dampaknya kira-kira tiga hari ke depan," kata Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun kepada KONTAN. Menurutnya, harga minyak kelapa sawit memang cenderung turun, tapi penurunan itu lebih diakibatkan karena penguatan rupiah terhadap dollar AS.Kendati belum terlihat efeknya di dalam negeri, Derom menganjurkan agar pengusaha CPO mencermati perkembangan harga minyak kelapa sawit di pasar internasional. Derom menghitung, jika bursa saham anjlok 3%, harga komoditas, terutama CPO, bisa terkoreksi 1%.Harga minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) terjungkal ke level paling rendah dalam 11 minggu terakhir ini di pasar Malaysia. Harga kontrak CPO untuk pengiriman Juli anjlok 1,9% menjadi RM 2.470 atau setara US$ 766 per metrik ton.Asal tahu saja, harga ini merupakan harga terendah dalam kontrak kelapa sawit yang paling aktif diperdagangkan di Malaysia Derivatives Exchange. "Melemahnya harga komoditas dunia ini disebabkan faktor eksternal," kata Ryan Long, Trader di OSK Investment Bank Kuala Lumpur, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (19/4).Di bursa komoditas Negeri Jiran itu, minyak kelapa sawit harus berjibaku untuk mempertahankan level RM 2.500 per metrik ton. Lantaran kelapa sawit memang gagal dipertahankan level di atas RM 2.500 per metrik ton pada perdagangan kemarin, grafik teknikal justru menunjukkan harga kontrak kelapa sawit ini berpotensi terkikis ke level RM 2.403 per metrik ton. Laporan yang dirilis oleh RHB Research Institute lebih mengejutkan lagi, yaitu sangat terbuka kemungkinan anjlok ke level RM 2.200 per ton. Indonesia sebagai produsen terbesar kelapa sawit, melepas minyak kelapa sawit di pasar lelang sebanyak 8.500 metrik ton. Harganya antara Rp 7.153-Rp 7.250 per kilogram atau US$ 791-US$ 801 per ton.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengusaha Kelapa Sawit Domestik Belum Takar Dampak Goldman Sachs
JAKARTA. Kendati kecemasan sudah menyeruak di lantai bursa komoditas dunia lantaran kasus Goldman Sachs, pengusaha kelapa sawit dalam negeri belum bisa menakar efeknya di dalam negeri. "Kita baru bisa lihat dampaknya kira-kira tiga hari ke depan," kata Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun kepada KONTAN. Menurutnya, harga minyak kelapa sawit memang cenderung turun, tapi penurunan itu lebih diakibatkan karena penguatan rupiah terhadap dollar AS.Kendati belum terlihat efeknya di dalam negeri, Derom menganjurkan agar pengusaha CPO mencermati perkembangan harga minyak kelapa sawit di pasar internasional. Derom menghitung, jika bursa saham anjlok 3%, harga komoditas, terutama CPO, bisa terkoreksi 1%.Harga minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) terjungkal ke level paling rendah dalam 11 minggu terakhir ini di pasar Malaysia. Harga kontrak CPO untuk pengiriman Juli anjlok 1,9% menjadi RM 2.470 atau setara US$ 766 per metrik ton.Asal tahu saja, harga ini merupakan harga terendah dalam kontrak kelapa sawit yang paling aktif diperdagangkan di Malaysia Derivatives Exchange. "Melemahnya harga komoditas dunia ini disebabkan faktor eksternal," kata Ryan Long, Trader di OSK Investment Bank Kuala Lumpur, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (19/4).Di bursa komoditas Negeri Jiran itu, minyak kelapa sawit harus berjibaku untuk mempertahankan level RM 2.500 per metrik ton. Lantaran kelapa sawit memang gagal dipertahankan level di atas RM 2.500 per metrik ton pada perdagangan kemarin, grafik teknikal justru menunjukkan harga kontrak kelapa sawit ini berpotensi terkikis ke level RM 2.403 per metrik ton. Laporan yang dirilis oleh RHB Research Institute lebih mengejutkan lagi, yaitu sangat terbuka kemungkinan anjlok ke level RM 2.200 per ton. Indonesia sebagai produsen terbesar kelapa sawit, melepas minyak kelapa sawit di pasar lelang sebanyak 8.500 metrik ton. Harganya antara Rp 7.153-Rp 7.250 per kilogram atau US$ 791-US$ 801 per ton.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News