KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengusaha menilai keputusan Gubernur DKI Jakarta yang merevisi penetapan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022 tidak sesuai regulasi. Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kadin Indonesia, Adi Mahfudz Wuhadji mengkhawatirkan keputusan Gubernur DKI Jakarta yang merevisi UMP 2022 akan diikuti oleh pemerintah daerah (pemda) lainnya. Keputusan Gubernur DKI Jakarta juga dinilai membuat kondisi kebijakan pengupahan nasional tidak kondusif. “Implikasi inilah yang kami khawatirkan, ini berpikir Indonesia, tidak hanya di DKI Jakarta saja,” ujar Adi dalam konferensi pers virtual, Senin (20/12).
Padahal, lanjut Adi, penetapan UMP DKI Jakarta 2022 yang ditetapkan pada November lalu sudah sesuai formula yang terdapat dalam PP 36/2021 tentang Pengupahan. Penetapan UMP DKI Jakarta 2022 pada November lalu juga sudah melibatkan tripartit yakni pemerintah, pengusaha dan pekerja, termasuk didalamnya ahli.
Baca Juga: Kenaikan UMP DKI 5,1% Ditolak Pengusaha, Bakal Gugat ke PTUN Adi menyatakan, revisi UMP berdampak pada proyeksi dunia usaha dalam menjalankan bisnisnya pada tahun 2022. Padahal, investor dan dunia usaha membutuhkan kepastian hukum, termasuk dalam pengaturan UMP yang sesuai regulasi. “Dampak revisi upah pada proyeksi dunia usaha di 2022 tentu sangat membingungkan, jadi proyeksi kami cash flow in out-nya jadi enggak karu-karuan,” ujar Adi. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan, Gubernur DKI Jakarta, telah melanggar regulasi pengupahan yang berlaku saat ini, terutama Peraturan Pemerintah (PP) No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Yaitu pasal 26 mengenai cara perhitungan upah minimum dan pasal 27 mengenai upah minimum propinsi . Selain itu, revisi ini bertentangan dengan pasal 29 tentang waktu penetapan upah minimum yang selambat-lambatnya ditetapkan pada tanggal 21 November 2021. “Di dalam PP 36/2021, kita tidak mengenal perubahan (revisi UMP),” ucap Hariyadi. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta secara sepihak melakukan revisi UMP DKI Jakarta 2022 tanpa memperhatikan pendapat dunia usaha, khususnya Apindo DKI Jakarta yang menjadi bagian dari Dewan Pengupahan Daerah sebagai unsur dunia usaha (pengusaha). Padahal, Dewan Pengupahan Daerah terdiri dari unsur Tripartit yakni pemerintah, serikat pekerja/buruh dan pengusaha.
“Dengan revisi UMP DKI Jakarta 2022 tersebut maka upaya untuk mengembalikan prinsip upah minimum sebagai jaring pengaman sosial (JPS atau social safety net) bagi pekerja pemula tanpa pengalaman tidak terwujud dan kembali menjadi upah rata-rata sehingga penerapan struktur skala upah akan sulit dilakukan karena ruang/jarak antara upah minimum dengan upah diatas upah minimum menjadi kecil,” jelas Hariyadi. Dihubungi secara terpisah, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, tidak ada ketentuan yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat melakukan revisi penetapan UMP. “Setahu saya aturan dalam PP 36/2021 sudah jelas. Daerah tidak punya ruang untuk mulur mungkret,” kata Ganjar kepada Kontan.co.id, Senin (20/12).
Baca Juga: Buruh Dorong Gubernur Seluruh Indonesia Ikut Langkah Anies Baswedan Revisi UMP Editor: Khomarul Hidayat