Pengusaha Klaim Industri Sawit Tahan Terhadap Resesi



KONTAN.CO.ID - BALI. Industri sawit disebut lebih tahan terhadap ancaman resesi. Ketua Bidang Perpajakan dan Fiskal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Bambang Aria Wisena mengatakan, hal tersebut mengingat pada krisis 1998 lalu sektor tersebut menjadi salah satu yang bertahan.

"Tapi sawit ini mungkin termasuk sektor yang paling kuat, dan waktu kita resesi atau krisis di tahun 98 itu adalah sektor yang paling survive, sehingga bisa membalikkan dari semula negatif ke positif, dan jadi kontributor terbesar dari devisa negeri ini sampai ini," kata Bambang dalam Konferensi Pers Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2022, Kamis (3/11).

Kemudian kondisi konflik yang terjadi antara Ukraina Dan Rusia telah juga mengubah tatanan perdagangan sawit dan minyak sawit di dunia. Terlebih lagi dengan rencana adanya B40 juga akan menambah serapan domestik.


"Yang tadinya musuhan sawit, Eropa pakai sawit dengan segala macam alasannya. Sejak kita alami kesulitan resesi 98 Dan krisis lainnya, sawit di Indo adalah sektor paling survive. Yang lain kesulitan, kita enggak. Kita hasilkan devisa lebih dari Rp 500 triliun atau US$ 30-40 miliar, ini melebihi komoditi apapun," imbuhnya.

Baca Juga: Gapki: Program B40 Bisa Jaga Stabilitas Harga Sawit di Dalam Negeri

Kondisi tersebut akan memicu kenaikan harga dari minyak sawit. Namun, Bambang mengatakan potensi industri sawit tahan resesi juga harus didorong dengan kebijakan-kebijakannya yang mendorong pemulihan sektor tersebut.

"Sampai saat ini lumayan positif (respon pemerintah), Menteri Keuangan sudah mengeluarkan beberapa kebijakan yang sangat membantu pemulihan tetapi its take time," imbuhnya.

Saat ini yang menjadi tugas bagi Indonesia ialah, menjaga industri sawit agar lebih kuat lagi. Dimana Indonesia harus bersama-sama dalam melawan perang kompetisi dagang dari luar yang selalu menyerang.

"Tekanan dari NGO yang anti sawit semua saya anggap perang dagang dengan Kita, karena Indonesia produsen minyak nabati yang paling efisien dan hemat lahan dibandingkan lain. Kita 10 kali lebih produktif dibanding dengan soybean misalnya," ujarnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani setuju dengan Bambang bahwa industri sawit tahan terhadap resesi. Hal tersebut lantaran sawit menjadi komiditas primer, dimana disamping untuk makanan juga digunakan untuk turunan yang lain.

Baca Juga: Gapki Proyeksi Produksi Minyak Sawit hingga Akhir 2022 Capai 51,8 Juta Ton

"Didampingi makanan untuk turunan lain, seperti energi, kosmetika dan sebagainya. Ini menurut pandangan kami (resesi) tidak akan berdampak (pada industri sawit)," tutur Hariyadi.

Selain itu Ia berharap konstruksi kebijakan industri minyak sawit harus dilakukan secara hati-hati, agar tidak terjadi distorsi penataan, mengingat besarnya nilai kontribusi industri CPO terhadap perekonomian nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi