Pengusaha listrik: Perlu aturan rinci putusan MK



JAKARTA. Sejumlah pengusaha listrik swasta meminta pemerintah membuat aturan teknis rinci yang bisa menjadi dasar hukum atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganulir dua ayat dalam Undang-Undang (UU) Ketenagalistrikan. Sebab, putusan MK tersebut telah menimbulkan kesimpangsiuran dan ketidakpastian hukum.

Sekjen Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) yang juga Direktur Utama PT Cirebon Energi Prasarana Heru Dewanto mengatakan, pemberitaan terkait putusan MK sempat menimbulkan kesimpangsiuran di kalangan pebisnis listrik swasta terutama independent power producer (IPP). “Bagaimana dampaknya bagi praktek listrik swasta yang sudah atau akan berjalan. Ini yang membuat kesimpangsiuran,” ujarnya, Selasa (20/12).

Oleh karena itu pemerintah, terutama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diperlukan perannya untuk membuat keterangan teknis hukum yang rinci terhadap interpretasi keputusan MK itu, bukan hanya keterangan yang bersifat politis bahwa keputusan MK tidak berpengaruh.


Menurutnya sepanjang tarif listrik dari IPP ke PLN dan tarif listrik dari PLN ke masyarakat ditentukan  pemerintah, maka prinsip dikuasai oleh negara berlaku di sini. “Karena itu saya tidak melihat putusan itu akan membatalkan partisipasi swasta,” katanya. Diharapkan putusan MK itu menjadi sarana untuk mempererat sinergi dan harmonisasi antara pemerintah, PLN, dan listrik swasta.

"PLN harus ikhlas kalau swasta bertambah kaya karena berbisnis listrik itu salah satu tujuan dari swastanisasi ketenagalistrikan, yaitu menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, di samping meningkatkan pelayanan dan lainnya," ucapnya.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Syamsir Abduh, menilai putusan MK itu harus dimaknai bahwa penyediaan tenaga listrik masih tanggung jawab negara sehingga keterlibatan swasta  dalam penyedian tenaga listrik, harus handal dan berkualitas. “Keterlibatan swasta perlu diarahkan menjadi mitra pemerintah dalam hal penyediaan listrik yang andal,” ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia per awal Desember 2016 mencapai 57.845 MW. Dari jumlah itu, PLN menguasai 70% atau 40.065 MW, disusul independent power producer (IPP) 21% atau 12.954 MW.

Seperti diketahui MK membatalkan dua pasal UU ketenagalistrikan yang mengatur keterlibatan swasta di proyek listrik. Pertama, pasal yang membolehkan penguasaan bisnis terintegrasi bidang kelistrikan, mulai dari pembangkit listrik, transmisi, hingga distribusi. Kedua, MK membatalkan pasal yang membolehkan badan usaha swasta di bisnis listrik.

Dengan putusan ini maka Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 38/2016 tentang Penyediaan Listrik di Daerah Tertinggal juga batal demi hukum. Sebab Permen ESDM No 38/2016 ini membolehkan penguasaan bisnis pembangkit listrik hingga distribusi di satu badan usaha. Selain itu program 35.000 MW untuk investor swasta juga terancam batal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa