Pengusaha mall tidak khawatir marak belanja online



JAKARTA. Tahun 2014 lalu, capaian market e-commerce di Indonesia mencapai US$ 13 miliar atau sekitar Rp 176 triliun. Tahun ini, pertumbuhannya diprediksi mencapai angka US$ 25 miliar hingga US$ 30 miliar.

Bahkan Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) memperkirakan Indonesia dapat menjadi salah negara dengan e-commerce terkuat di dunia pada tahun 2020.

Meski pertumbuhan pasar e-commerce di Tanah Air cukup pesat, hal tersebut tidak terlalu dikhawatirkan para pelaku usaha pusat perbelanjaan.


"Banyak hiruk pikuk mengatakan bahwa kita bisa kalah dengan online atau daring, tapi daring-nya itu di bawah 1% kok (transaksinya)," kata Ketua Umum DPP Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan saat Rapat Kerja Nasional APPBI di Sheraton Grand Jakarta, Senin (8/5/2017).

Menurut dia, pertumbuhan pusat perbelanjaan di Indonesia jauh lebih baik bila dibandingkan dengan di Amerika Serikat maupun Eropa.

Bahkan, ia menyebut, tidak ada perkembangan yang signifikan di dalam sektor pusat perbelanjaan di Eropa.

"Jadi kalau kita mau lihat mal bagus, datanglah ke Indonesia," kata dia.

Berdasarkan catatan APPBI, setidaknya ada sekitar 82 pusat perbelanjaan yang berdiri di Jakarta.

Ia tak mempersoalkan bila ada investor yang berencana membangun mal baru di Jakarta. Hanya, saat ini jarang ada investor yang secara khusus ingin membangun mal sendiri.

Biasanya, investor memilih membangun pusat perbelanjaan yang digabung dengan menara perkantoran, dan apartemen.

Hal itu disebabkan lantaran lamanya mencapai titik break even point (BEP) atas investasi yang ditanamkan.

Kondisi tersebut, kata dia, berbeda dengan tahun 1990-an saat BEP dapat dicapai dalam kurun waktu empat tahun sejak mal berdiri.

"Sekarang return of investment kita sukses saja, sukses banget 10 tahun. Nah untuk sukses atau yang sedang-sedang pasti di atas 12 tahun," kata dia. (Dani Prabowo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan