Pengusaha Migas Minta Penjelasan Jero Wacik



JAKARTA. Indonesia Petroleum Association (IPA) meminta pemerintah segera menjelaskan detil alasan tidak memperpanjang masa kerja Presiden Direktur ExxonMobil Indonesia Richard Owen. IPA menilai, akibat keputusan itu, saat ini berkembang berbagai spekulasi yang dapat berdampak negatif bagi pertumbuhan investasi di industri hulu minyak dan gas bumi (migas) di Tanah Air.

Sammy Hamzah, Vice President IPA mengakui, memang persetujuan perpanjangan masa kerja berada di tangan Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SK Migas) yang kini fungsinya telah diambil alih oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, "Yang perlu diwaspadai , keputusan ini bisa mempunyai pengaruh negatif bagi iklim investasi, pengusaha akan selalu bertanya-tanya," ujar dia kepada KONTAN, Kamis (3/1) kemarin.

Menurut Sammy, hingga kini IPA belum secara resmi menerima kabar terkait pencopotan bos ExxonMobil tersebut. "Jika berkaitan dengan Arun, tentunya harus kami pelajari dulu kontraknya, punya dasar atau tidak. Apakah ada jalan lain selain pencopotan?" imbuhnya.


Ia menambahkan, mengingat banyaknya spekulasi yang terjadi di kalangan pengusaha, sebaiknya pemerintah menjelaskan secara terbuka alasan pencopotan Owen tersebut.  Sehingga, kalau penjelasan itu masuk akal, tentu investor bisa nyaman untuk tetap berinvestasi di industri migas.

Seperti diketahui, pada 27 Desember tahun lalu, Jero Wacik sebagai Kepala SK Migas sekaligus Menteri ESDM  mengeluarkan keputusan untuk tidak memperpanjang masa kerja Richard Owen. Alasannya, ExxonMobil membatalkan rencana penjualan Blok B Arun dan dan North Sumatera Offshore (NSO) di Nangroe Aceh Darussalam.

Selain itu, pencopotan tersebut juga dilatarbelakangi kegagalan ExxonMobil untuk meningkatkan early production facilities Blok Cepu menjadi 27.000 barel per hari (bph). Di mana, hingga akhir 2012, perusahaan asal Amerika Serikat tersebut hanya mencapai produksi minyak sebesar 24.000 bph, atau masih 11,11% di bawah target yang ditetapkan pemerintah.

Namun Vice President Public and Goverment Affairs ExxonMobil, Erwin Maryoto mengatakan, pihaknya bersikukuh tidak akan menjual kepemilikan saham di Blok B Arun dan Blok NSO hingga masa kontrak ExxonMobil berakhir pada 2018.

"Kami memandang ini dilakukan untuk kepentingan aset-aset yang ada juga termasuk kepentingan berbagai pihak, salah satunya pemerintah. Kami juga tidak bisa membicarakan kepada publik mengenai proses negosiasi komersial kedua blok itu," papar Erwin.

Bisa diarbitrasekan

Pengamat migas, Kurtubi, mengatakan, pengambilan keputusan ini bisa saja nantinya menjadi bumerang bagi pemerintah. "Hak melepas, menjual aset, mempercepat penjualan, ataupun membatalkan itu berada di tangan perusahaan. Karena itu, tidak mungkin kontraktor akan melaksanakan sesuatu yang dilarang di dalam kontrak," ujar Kurtubi.

Menurut dia, andaikata ExxonMobil tidak berkenan dengan keputusan ini, bisa saja perusahaan asal Negeri Paman Sam ini akan melawan keputusan itu ke badan arbitrase internasional. Kurtubi bilang, apabila hal itu terjadi maka kedaulatan negara dipertaruhkan lantaran aset milik negara akan terekspos di dunia internasional.

Kepala Divisi Humas, Security, dan Formalitas SK Migas Hadi Prasetyo mengatakan, pencopotan Presiden Direktur ExxonMobil merupakan bukti bahwa pemerintah sejatinya tidak akan tunduk dengan perusahaan asing manapun.

Ia bilang, SK Migas tidak mengkhawatirkan adanya ancaman gugatan lantaran yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur yang benar. "Kami punya kewenangan, karena mereka tidak kooperatif dalam menjalankan kegiatan usahanya, ya, sebaiknya diganti," tukas Hadi.

Mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono menambahkan, SK Migas memang berwenang mencabut rekomendasi kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atas  izin kerja tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di perusahaan kontraktor migas termasuk pimpinan tertingginya.

"Sebenarnya KKKS memiliki kebebasan mengatur asetnya, namun bila akan dijual kepada pihak ketigas, wajib mendapatkan persetujuan lebih dulu dari SK Migas dan Dirjen Migas Kementerian ESDM," kata dia.

Nah, di tengah kesimpangsiuran tersebut, tudingan ada politik di balik pencopotan Owen meruyak. Adalah Marwan Batubata, Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) yang menuding Jero Wacik sedang memainkan agenda politiknya. "Ini akal-akalan pencitraan Jero Wacik," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini