JAKARTA. Pelaku usaha meminta dukungan penuh pemerintah untuk memuluskan kontribusinya dalam proyek pembangunan pembangkit 35.000 megawatt (MW). Apalagi saat ini swasta menjadi tulang punggung untuk merealisasikan proyek yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak pertengahan 2015 tersebut. Direktur Utama PT Cirebon Energi Prasarana, Heru Dewanto mengatakan, kini swasta telah menjadi tulang punggung realisasi proyek 35.000 MW, karena lebih dari 60 persen pendanaan berasal dari sektor swasta.
"Dengan fakta ini, kami berharap pemerintah membuka peluang-peluang kemudahan bagi swasta untuk berusaha, ibaratnya ‘jalan tol’ ke swasta untuk merealisasikan mega proyek itu," ujar Heru dalam keterangan tertulisnya kepada
Kompas.com, Jumat (9/12). Heru menegaskan, pergeseran pembiayaan tersebut juga harus diikuti
shifting atau pergeseran paradigma pemerintah maupun PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), untuk memahami tantangan dan kendala yang dihadapi
independent power producer (IPP). PLN yang saat ini berfungsi ganda sebagai operator, dan juga sebagai agen perubahan, dapat berperan sebagai penjaga keseimbangan hubungan antara pemerintah dan swasta. Menurut Heru, harmonisasi antara pemerintah dan swasta diperlukan dalam merealisasikan proyek 35.000 MW. Pasalnya, regulasi di pusat terkadang tidak sinkron, sehingga seringkali membuat sejumlah proyek pembangkit tertunda. Heru berharap ikut campur pemerintah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi proyek-proyek pembangkit listrik, misalnya persoalan lahan, protes terhadap lingkungan, hingga masalah ketenagakerjaan mampu diatasi. Meskipun ada beberapa kendala, namun dalam perkembangannya, kata Heru, PT Cirebon Energi Prasarana yang kini tengah mengarap pembangunan PLTU Cirebon 2 dengan kapasitas 1 x 1000 MW optimistis, proyek ini bisa tetap berjalan sesuai dengan target. "Saat ini kami sedang menuju proses akhir untuk financial closing, dan siap untuk melakukan groundbreaking pada Januari 2017," tutur Heru. Peran PLN Direktur Utama PT Bekasi Power, Teguh Setiawan mengatakan, PLN seharusnya tidak menjadi
private power utility (PPU) seperti Bekasi Power, sebagai saingan bisnis. Namun, PLN diharapkan menjadi PPU sebagai pelengkap dari tugas PLN untuk memasok listrik ke masyarakat. "Investor itu saat masuk yang pertama kali ditanyakan adalah ketersediaan listrik. Listriknya darimana, sumbernya darimana," kata dia. Private power utility merupakan perusahaan penyedia listrik yang memiliki wilayah usaha dan kewajiban melistriki wilayah usaha tertentu dan bekerja sama/terinterkoneksi dengan grid PLN. Kehadiran PPU juga memberikan dampak positif bagi pemasok gas karena akan mendapat pasar yang gas. Hal ini karena kebutuhan gas PPU yang cukup besar. Bekasi Power tercatat mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) berkapasitas 200 MW di Kawasan Industri Jababeka. Menurut Teguh, saat ini Bekasi Power berencana membangun PLTG di Kawasan Industri Kendal. Namun, rencana pembangunan tersebut masih belum bisa terealisasi karena belum ada kesepakatan dengan PLN.
"Semua sudah siap, lahan dan pembiayaan. Kendalanya, PLN maunya kami beli listrik ke mereka," tuturnya. Direktur Pengembangan Usaha PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Anung Dri Prasetya menegaskan, Indonesia kalau mau pertumbuhan bagus, listrik harus tersedia. Untuk merealisasikan ketersediaan listrik, perlu sinergi antara pemerintah dan swasta. Meski sinergi sudah terjalin, namun kurang harmonis. "Bukit Asam sebagai BUMN, tapi juga bisa IPP. Kami sangat siap, jika pemerintah tentukan, kami siap realisasikan 5.000 MW," pungkas Anung. (Iwan Supriyatna) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia