JAKARTA. Perusahaan perkebunan meminta penambahan porsi penggunaan dan pengelolaan dana Crude Palm Oil Fund (CPO Fund) untuk riset dan teknologi. Riset pengembangan industri CPO dari hilir mendesak dilakukan agar peluang Indonesia menjadi salah satu pemain hilir sawit terbesar di dunia bisa tercapai. Dirut PT Riset Perkebunan Nusantara (Persero) Teguh Wahyudi menilai, riset dan pengembangan dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari kompetitor. Menurut Teguh, pemerintah harus mengakui Indonesia masih tertinggal dari Malaysia soal hilirisasi industri kelapa sawit. Karena itu, dibutuhkan dana untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Ketertinggalan itu dapat dilihat dari teknologi yang digunakan, jumlah produk hilir, dan variasinya. "Dengan adanya dana CPO supporting fund, kita bisa mendorong pengembangan hilir lebih cepat," ujar Teguh, Kamis (9/7). Teguh memperkirakan, dengan dukungan dana CPO supporting fund untuk riset, Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dari Malaysia dalam lima tahun ke depan. Dengan riset yang memadai, maka teknologi bio-energy, bio-olechemicals, bio-food akan berkembang pesat. Sesuai aturan yang akan berlaku, papar Teguh, dana CPO supporting fund akan digunakan untuk subsidi biodiesel, riset dan pengembangan, penanaman kembali, peningkatan SDM, dan upaya melawan black campaign dari LSM asing. "PT Riset Perkebunan Nusantara akan mendukung semua tujuan tersebut," tandasnya. Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Manggabarani menambahkan, CPO supporting fund akan diberlakukan pada 16 Juli 2015, sebagai tambahan pungutan untuk mengembangkan industri hilir dan industri CPO berkesinambungan.
Pengusaha minta CPO Fund diperbesar untuk riset
JAKARTA. Perusahaan perkebunan meminta penambahan porsi penggunaan dan pengelolaan dana Crude Palm Oil Fund (CPO Fund) untuk riset dan teknologi. Riset pengembangan industri CPO dari hilir mendesak dilakukan agar peluang Indonesia menjadi salah satu pemain hilir sawit terbesar di dunia bisa tercapai. Dirut PT Riset Perkebunan Nusantara (Persero) Teguh Wahyudi menilai, riset dan pengembangan dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari kompetitor. Menurut Teguh, pemerintah harus mengakui Indonesia masih tertinggal dari Malaysia soal hilirisasi industri kelapa sawit. Karena itu, dibutuhkan dana untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Ketertinggalan itu dapat dilihat dari teknologi yang digunakan, jumlah produk hilir, dan variasinya. "Dengan adanya dana CPO supporting fund, kita bisa mendorong pengembangan hilir lebih cepat," ujar Teguh, Kamis (9/7). Teguh memperkirakan, dengan dukungan dana CPO supporting fund untuk riset, Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dari Malaysia dalam lima tahun ke depan. Dengan riset yang memadai, maka teknologi bio-energy, bio-olechemicals, bio-food akan berkembang pesat. Sesuai aturan yang akan berlaku, papar Teguh, dana CPO supporting fund akan digunakan untuk subsidi biodiesel, riset dan pengembangan, penanaman kembali, peningkatan SDM, dan upaya melawan black campaign dari LSM asing. "PT Riset Perkebunan Nusantara akan mendukung semua tujuan tersebut," tandasnya. Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Manggabarani menambahkan, CPO supporting fund akan diberlakukan pada 16 Juli 2015, sebagai tambahan pungutan untuk mengembangkan industri hilir dan industri CPO berkesinambungan.