JAKARTA. Langkah pemerintah meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dianggap sebagai hal yang keliru. Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Hasan Aony Aziz menilai regulasi yang sifatnya global ini pastinya akan menghantam industri dan pertanian yang berkaitan dengan tembakau. "FCTC itu mengatur industri dan pertanian tembakau bukan mengatur kesehatan, sehingga terlalu naif jika berbicara bahwa ratifikasi ini tidak akan mempengaruhi industri rokok," ujar Hasan kepada KONTAN, Minggu (17/11). Ia bilang amanat FCTC sangat jelas bahwa tiap negara yang meratifikasi harus mengurangi perdagangan tembakaunya, sehingga wajar jika industri dan petani tembakau menolak rencana ini. Hasan menambahkan industri rokok dan pertanian tembakau menyerap begitu banyak tenaga kerja sehingga jangan sampai regulasi ini membuat pengangguran bertambah besar. Lebih jauh, ia pun menilai bahwa tak ada gunanya pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan meratifikasi FCTC, karena pemerintah dianggap masih bisa membuat aturan pengendalian tembakau tanpa harus ratifikasi FCTC. "Alangkah baiknya jika pemerintah membuat FCTC ala Indonesia artinya membuat aturan baru yang tidak mengorbankan kepentingan banyak pihak disektor ini," jelasnya. Ia pun mengkritisi upaya pemerintah yang seolah ngotot meratifikasi aturan ini, padahal dibanyak negara yang meratifikasi FCTC nyatanya konsumsi dan jumlah rokok tidak berkurang, bahkan justru bertambah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengusaha minta pemerintah kaji FCTC ala Indonesia
JAKARTA. Langkah pemerintah meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dianggap sebagai hal yang keliru. Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Hasan Aony Aziz menilai regulasi yang sifatnya global ini pastinya akan menghantam industri dan pertanian yang berkaitan dengan tembakau. "FCTC itu mengatur industri dan pertanian tembakau bukan mengatur kesehatan, sehingga terlalu naif jika berbicara bahwa ratifikasi ini tidak akan mempengaruhi industri rokok," ujar Hasan kepada KONTAN, Minggu (17/11). Ia bilang amanat FCTC sangat jelas bahwa tiap negara yang meratifikasi harus mengurangi perdagangan tembakaunya, sehingga wajar jika industri dan petani tembakau menolak rencana ini. Hasan menambahkan industri rokok dan pertanian tembakau menyerap begitu banyak tenaga kerja sehingga jangan sampai regulasi ini membuat pengangguran bertambah besar. Lebih jauh, ia pun menilai bahwa tak ada gunanya pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan meratifikasi FCTC, karena pemerintah dianggap masih bisa membuat aturan pengendalian tembakau tanpa harus ratifikasi FCTC. "Alangkah baiknya jika pemerintah membuat FCTC ala Indonesia artinya membuat aturan baru yang tidak mengorbankan kepentingan banyak pihak disektor ini," jelasnya. Ia pun mengkritisi upaya pemerintah yang seolah ngotot meratifikasi aturan ini, padahal dibanyak negara yang meratifikasi FCTC nyatanya konsumsi dan jumlah rokok tidak berkurang, bahkan justru bertambah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News