KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) tengah dibahas di DPR. Dalam RUU KIA tersebut ada usulan adanya perluasan cuti melahirkan bagi karyawan perempuan selama 6 bulan dan 40 hari bagi karyawan laki-laki yang istrinya melahirkan. Usulan perluasan cuti melahirkan tersebut menjadi dilema bagi pengusaha. Wakil Ketua Umum Asosiai Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, pihaknya mendukung tujuan perluasan cuti agar tercipta kesempatan yang lebih luas bagi orangtua untuk menata kehidupan keluarga, dan mendampingi anak pada masa tumbuh kembang awal kehidupannya. Serta harapan pekerja bisa lebih fokus bekerja, lebih produktif dan lebih loyal/betah di perusahaan.
Namun, disisi lain, perluasan hak cuti melahirkan bagi ibu maupun ayah memiliki dampak yang signifikan terhadap perusahaan. Menurut Shinta, tak hanya masalah peningkatan beban finansial seperti biaya tenaga kerja, tapi juga beban non-finansial lain. Diantaranya beban rekrutmen dan training tenaga pengganti, beban manajemen untuk mengatur adanya subtitusi pekerja. Kemudian, beban peralihan tugas/beban kerja dari pegawai yang cuti kepada rekan kerja yang memiliki fungsi tugas yang kurang lebih sama. "Saya rasa perlu ada pertimbangan yang matang dan objektif terkait manfaat dan beban dari kebijakan ini. Yang dilihat bukan hanya dari segi kesejahteraan sosial, tetapi juga dari sisi produktivitas dan daya saing ekonomi nasional terhadap negara pesaing juga," kata Shinta, Selasa (21/6).
Baca Juga: Hak-hak Pekerja Perempuan Sesuai UU No 13 Tahun 2003, Sudah Ada yang Anda Ketahui? Pengusaha menginginkan adanya keseimbangan dalam memutuskan hak cuti bagi orangtua ketika melahirkan. Dus, kebijakan perluasan hak cuti melahirkan diminta untuk dikaji lebih komprehensif. Apindo berharap, pemerintah dan DPR dapat mempertimbangkan berbagai opsi dalam kebijakan perluasan hak cuti ini. Khususnya opsi pembebanan hak dan kewajiban perusahaan ketika karyawan mengambil cuti melahirkan. Shinta menyebut, saat ini pasar tenaga kerja Indonesia masih belum bersaing karena isu skills gap dan dari sisi beban biaya tenaga kerja termasuk yang termahal di antara negara ASEAN, meskipun tingkat produktivitasnya kurang lebih sama. "Jadi saya harap ada pertimbangan yang lebih matang, prudent dan objektif sebelum diputuskan," imbuhnya. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz Wuhadji menilai, perluasan cuti melahirkan menjadi 6 bulan akan menggangu proses produksi.
Ia mencontohkan pekerja di pabrik garmen yang pekerjanya 90% adalah perempuan, itu akan mengganggu produksi bila banyak yang cuti melahirkan. Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan mengusulkan agar kebijakan cuti melahirkan dapat dikembalikan ke aturan sebelumnya. "Dan jujur,
cost perusahaan pastinya akan menjadi bertambah, karena harus mengganti pekerja/buruh tersebut yang sedang menjalankan istirahat melahirkan," imbuhnya.
Baca Juga: Isi RUU KIA yang Mengatur Cuti Melahirkan 6 Bulan bagi Ibu Bekerja Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat