Pengusaha nilai pemerintah curang soal cukai rokok



JAKARTA. Pelaku industri tembakau dan rokok keberatan dengan target kenaikan cukai rokok sebesar 23% dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.

Mereka menilai, rumusan yang dipakai pemerintah dalam menghitung kenaikan target cukai mengecoh pelaku industri. Muhaimin Mufti, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) mengatakan, target cukai dalam APBN 2015 sebesar Rp 120,6 triliun.

Tapi karena terjadi defisit keuangan tahun ini, pemerintah menetapkan target pendapatan cukai dalam APBN-P 2015 naik menjadi Rp 139 triliun. Nah, untuk mengejar kenaikan dari Rp 120,6 triliun menjadi Rp 139 triliun, pemerintah menyuruh industri rokok membayar cukai periode Januari-Februari 2016 dimajukan untuk dibayar di tahun ini.


"Jadi untuk tahun 2015, kami bayar cukai untuk 14 bulan. Seharusnya tahun 2016, kami cukup bayar cukai untuk hitungan 10 bulan, tapi ini mereka hitung tetap 12 bulan. Ini kan mengecoh namanya," ujar Mufti pada konferensi pers "Pernyataan Bersama Asosiasi Menolak Target Penerimaan Cukai Tembakau 2016, Demi Kelangsungan Industri Tembakau Nasional" pada Rabu (9/9).

Kenaikan target cukai juga tidak tepat di tengah menurunnya daya beli masyarakat. Pasalnya cukai akan dibebankan ke konsumen. "Dampaknya akan ada pengurangan produksi, artinya akan ada tenaga kerja yang dikurangi masa kerjanya yang bisa berujung pada PHK, apalagi industri ini masih banyak yang padat karya," jelas Muhaimin.

Pengurangan produksi akibat kenaikan tarif cukai sudah mulai terasa di semester pertama tahun ini. Berdasarkan data Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), produksi rokok pada periode Januari-Juli tahun ini sebanyak 191,41 miliar batang. Angka itu menurun 7,16% dari periode sama tahun lalu yang sebesar 206,17 miliar batang.

Namun pendapatan dari cukai hanya turun tipis 0,13%, yaitu Rp 64,45 triliun pada periode Januari-Juli 2015 dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 64,53 triliun. "Produksi turun, tapi cukai hanya turun tipis. Ini kan artinya ada pemaksaan untuk menyetor cukai lebih besar," cetus Muahimin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri