JAKARTA. Berdebar-debar; itulah yang dirasakan oleh pedagang ayam di wilayah DKI Jakarta menunggu direalisasikannya kebijakan larangan masuk terhadap ayam hidup ke wilayah Jakarta oleh Gubernur tanggal 1 April mendatang. Adanya kebijakan tersebut membuat pedagang kebingungan untuk memikirkan keberlanjutan usaha mereka menjual ayam pedaging.“Pedagang ayam nanti akan mengambil ayam dimana? Karena infrastruktur rumah pemotongan ayam (RPA) yang disediakan tidak mencukupi,” kata Hendry Pamino, Direktur CV Panjaya Utama, yang saat ini menjadi salah satu pemasok ayam untuk memenuhi kebutuhan pedagang ayam di kawasan Pulo Gadung, Jakarta Timur.Menurut Hendry, kondisi rumah potong ayam (RPA) dan tempat penampungan ayam yang disediakan pemerintah kapasitasnya terlalu sedikit sehingga tidak bisa melayani kebutuhan ayam yang akan dijual oleh pedagang. “Karena kapasitas sedikit maka akan terjadi antrian pedagang yang menunggu di RPA,” kata Hendry.Dalam kebijakan Gubernur tersebut ayam yang masih dalam keadaan hidup tidak boleh masuk ke masuk wilayah Jakarta dan harus ditampung ditempat yang sudah ditentukan untuk dipotong terlebih dahulu. Alhasil, pedagang yang saat ini menjual ayam dalam keadaan hidup kebingungan karena harus menjual ayam sudah dalam keadaan terpotong.Berdasarkan data Pusat Informasi Pasar Unggas (Pinsar), jumlah kebutuhan pasar unggas di DKI Jakarta mencapai 800 ribu ekor perharinya. Jika cakupannya meliputi Bekasi, Tanggerang, Bogor dan Depok, jumlah itu diperkirakan mencapai 1,1 juta ekor. Namun sayang, kapasitas produksi RPA tersebut hanya untuk 500 ribu ekor saja. “Memang ada sekitar 300 ribu ekor yang belum bisa diproses,” kata Wakil Ketua KADIN Bidang. Kelautan, Peternakan, dan Perikanan Juan Permata Adoe.Kondisi inilah yang dikhawatirkan oleh pedagang ayam yang akan kesulitan untuk mendapatkan daganganya. Kehawatiran juga terjadi di sektor peternakan, karena imbas dari terbatasnya RPA tersebut akan membuat harga ayam turun karena permintaan ayam untuk mensuplai RPA berkurang, “Pemerintah harus menyediakan rumah potong yang memiliki kapasitas 800 ribu ekor perhari, agar harga ini tidak bergejolak,” kata Staf Senior Pinsar Amien Hasan Bukhori kepada KONTAN.Sementara harga ayam di tingkat pedagang dikhawatirkan Amien akan mengalami kenaikan harga, pasalnya produksi ayam dari RPA turun karena kapasitas yang tidak sesuai dengan permintaan. Kondisi tersebut berpotensi terjadinya kenaikan harga ayam di pengencer. “Harga akan naik di pengencer,” ungkap Amien.Hendry mencontohkan, kapasitas RPA di kawasan Pulau Gadung tidak mampu memenuhi kebutuhan ayam yang ada di kawasan itu. “Kapasitas rumah potong yang disini hanya mampu melayani 10%, nah yang 90% kebutuhannya ayam mau dikemanakan,” tanya Hendry yang berharap pemerintah DKI menunda kebijakan tersebut.“Ini nanti dampaknya pada pengangguran, pedagang ayam itu bisa tidak bekerja lagi,” jelasnya. Ketakutan Hendry beralasan, karena jika terjadi pelanggaran maka ada sanksi pidana 3 bulan pejara dan denda paling banyak Rp. 50 juta. Tidak hanya itu, ayam milik pedagang tersebut juga disita oleh pemerintah untuk dimusnahkanSementara itu Juan mengaku, kalau kapasitas RPA yang dibutuhkan untuk memenuhi kapasitas permintaan ayam di DKI Jakarta akan terbangun dalam jangka waktu 3 sampai dengan 6 bulan mendatang. “Masalahnya hanya short time, karena jangka panjangnya bisa diselesaikan,” jelas Juan yang menilai akan terjadinya perubahan sistem penjualan ayam di Jakarta itu.Jaun menyebutkan, epdagang ayam harus segera merubah pola penjualannya agar bisa tetap berathan menjual ayam. Pasalnya, rantai distribusi ayam nantinya akan ada yang terputus sehingga pengencer dimungkinkan bisa langsung mengambil ayam ke rumah potong atau cukup ke agen saja. “Ini akan menambah efisiensi,” jelasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengusaha Pemotongan Ayam Terancam Gulung Tikar
JAKARTA. Berdebar-debar; itulah yang dirasakan oleh pedagang ayam di wilayah DKI Jakarta menunggu direalisasikannya kebijakan larangan masuk terhadap ayam hidup ke wilayah Jakarta oleh Gubernur tanggal 1 April mendatang. Adanya kebijakan tersebut membuat pedagang kebingungan untuk memikirkan keberlanjutan usaha mereka menjual ayam pedaging.“Pedagang ayam nanti akan mengambil ayam dimana? Karena infrastruktur rumah pemotongan ayam (RPA) yang disediakan tidak mencukupi,” kata Hendry Pamino, Direktur CV Panjaya Utama, yang saat ini menjadi salah satu pemasok ayam untuk memenuhi kebutuhan pedagang ayam di kawasan Pulo Gadung, Jakarta Timur.Menurut Hendry, kondisi rumah potong ayam (RPA) dan tempat penampungan ayam yang disediakan pemerintah kapasitasnya terlalu sedikit sehingga tidak bisa melayani kebutuhan ayam yang akan dijual oleh pedagang. “Karena kapasitas sedikit maka akan terjadi antrian pedagang yang menunggu di RPA,” kata Hendry.Dalam kebijakan Gubernur tersebut ayam yang masih dalam keadaan hidup tidak boleh masuk ke masuk wilayah Jakarta dan harus ditampung ditempat yang sudah ditentukan untuk dipotong terlebih dahulu. Alhasil, pedagang yang saat ini menjual ayam dalam keadaan hidup kebingungan karena harus menjual ayam sudah dalam keadaan terpotong.Berdasarkan data Pusat Informasi Pasar Unggas (Pinsar), jumlah kebutuhan pasar unggas di DKI Jakarta mencapai 800 ribu ekor perharinya. Jika cakupannya meliputi Bekasi, Tanggerang, Bogor dan Depok, jumlah itu diperkirakan mencapai 1,1 juta ekor. Namun sayang, kapasitas produksi RPA tersebut hanya untuk 500 ribu ekor saja. “Memang ada sekitar 300 ribu ekor yang belum bisa diproses,” kata Wakil Ketua KADIN Bidang. Kelautan, Peternakan, dan Perikanan Juan Permata Adoe.Kondisi inilah yang dikhawatirkan oleh pedagang ayam yang akan kesulitan untuk mendapatkan daganganya. Kehawatiran juga terjadi di sektor peternakan, karena imbas dari terbatasnya RPA tersebut akan membuat harga ayam turun karena permintaan ayam untuk mensuplai RPA berkurang, “Pemerintah harus menyediakan rumah potong yang memiliki kapasitas 800 ribu ekor perhari, agar harga ini tidak bergejolak,” kata Staf Senior Pinsar Amien Hasan Bukhori kepada KONTAN.Sementara harga ayam di tingkat pedagang dikhawatirkan Amien akan mengalami kenaikan harga, pasalnya produksi ayam dari RPA turun karena kapasitas yang tidak sesuai dengan permintaan. Kondisi tersebut berpotensi terjadinya kenaikan harga ayam di pengencer. “Harga akan naik di pengencer,” ungkap Amien.Hendry mencontohkan, kapasitas RPA di kawasan Pulau Gadung tidak mampu memenuhi kebutuhan ayam yang ada di kawasan itu. “Kapasitas rumah potong yang disini hanya mampu melayani 10%, nah yang 90% kebutuhannya ayam mau dikemanakan,” tanya Hendry yang berharap pemerintah DKI menunda kebijakan tersebut.“Ini nanti dampaknya pada pengangguran, pedagang ayam itu bisa tidak bekerja lagi,” jelasnya. Ketakutan Hendry beralasan, karena jika terjadi pelanggaran maka ada sanksi pidana 3 bulan pejara dan denda paling banyak Rp. 50 juta. Tidak hanya itu, ayam milik pedagang tersebut juga disita oleh pemerintah untuk dimusnahkanSementara itu Juan mengaku, kalau kapasitas RPA yang dibutuhkan untuk memenuhi kapasitas permintaan ayam di DKI Jakarta akan terbangun dalam jangka waktu 3 sampai dengan 6 bulan mendatang. “Masalahnya hanya short time, karena jangka panjangnya bisa diselesaikan,” jelas Juan yang menilai akan terjadinya perubahan sistem penjualan ayam di Jakarta itu.Jaun menyebutkan, epdagang ayam harus segera merubah pola penjualannya agar bisa tetap berathan menjual ayam. Pasalnya, rantai distribusi ayam nantinya akan ada yang terputus sehingga pengencer dimungkinkan bisa langsung mengambil ayam ke rumah potong atau cukup ke agen saja. “Ini akan menambah efisiensi,” jelasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News