JAKARTA. Pengusaha mineral yang berminat membangun unit pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) mulai gamang. Kebimbangan itu muncul karena pemerintah berniat menerbitkan kebijakan pelonggaran ekspor mineral berupa penghapusan jumlah kuota. Zulnahar Usman, Direktur Utama PT Bintan Alumina Indonesia, mempertanyakan arah kebijakan kebebasan kuota ekspor mineral ini. "Kami tentu khawatir karena aturan baru itu bisa merugikan perusahaan yang tengah serius membangun smelter," kata dia, Minggu (25/8). Sebagaimana diketahui, rapat koordinasi pemerintah akhir pekan lalu, menetapkan pelonggaran atawa kemudahan ekspor mineral sebagai satu solusi menyelamatkan ekonomi Indonesia. Alasannya, pemasukan devisa dari ekspor mineral menurun sejak tahun 2012, setelah kebijakan kuota ekspor terbit.
Menurut Zulnahar, perusahaannya merisaukan ketersediaan bauksit, sebagai bahan baku untuk smelter alumina yang tengah dibangun. "Bijih bauksit untuk bahan baku alumunium dibutuhkan untuk seluruh sektor industri. Apalagi permintaan China masih cukup tinggi," jelas Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Daerah (Asperda) ini.Karena itu, Zulnahar meminta, kebebasan kuota ekspor hanya diberikan untuk perusahaan yang telah memberikan komitmennya untuk membangun smelter. Jadi, kekhawatiran membengkaknya jumlah ekspor mineral bisa diminimalkan, Ahmad Ardianto, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mengatakan, pembebasan ekspor mencerminkan pemerintah yang belum siap menerapkan kebijakan hilirisasi mineral. Jadi, "Pengusaha menduga-duga, apa betul pada 2014, ekspor bijih mineral tetap dilarang," ujar dia.