Pengusaha Rokok Tidak Terpengaruh Fatwa Haram



JAKARTA. Fatwa haram rokok yang dikeluarkan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah 8 Maret lalu tak membuat pelaku industri rokok khawatir. Selain punya pasar mapan, mereka menilai fatwa berbasis agama juga kurang kuat mempengaruhi masyarakat.

Produsen rokok merek Classmild, PT Nojorono Tobacco, menyatakan isu pengharaman rokok bukanlah hal baru. Dalam lima tahun terakhir, fatwa itu kerap kali mampir. "Berdasarkan pengalaman pasar tak terpengaruh," kata Muhammad Warsianto, Penasihat Senior Nojorono, Minggu (14/3).

Warsianto yakin, masyarakat Indonesia semakin cerdas dan bisa merespons secara proporsional isu yang beredar. Makanya, ia tidak menurunkan target produksi rokok. Tahun ini, Warsianto yakin penjualan rokok perusahaannya akan tumbuh antara 5%–10%. Tahun lalu, Nojorono memproduksi sekitar 10 miliar batang rokok.


Herman Surjadi, Direktur Utama Cakra, rokok yang beredar di Jawa Timur, berpandangan sama. Ia mengaku tidak khawatir pasar rokok Cakra tergerus. Sebab, produknya membidik segmen kelas C dan D atau orang desa. "Kaum Muhammadiyah lebih banyak di perkotaan dengan segmen intelektual," kata Herman.

Sayang, fatwa pengharaman rokok dan kampanye antirokok di Indonesia dibumbui kabar kurang sedap. Berdasarkan dokumen yang KONTAN peroleh, sejumlah organisasi yang menentang rokok ternyata memperoleh dana dari Bloomberg Initiative, lembaga donor internasional milik Michael R. Bloomberg, bekas Walikota New York. Catatan saja, Amerika Serikat adalah salah satu negara produsen rokok terbesar dunia.

Bloomberg aktif mengampanyekan pengendalian tembakau dan rokok di dunia. Indonesia adalah salah satu target mereka. Di luar Indonesia masih ada China, India, Bangladesh, Rusia, Brasil, Meksiko, Turki, Pakistan, Mesir, Ukraina, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Polandia. Dari dokumen itu, Bloomberg mengucurkan dana kepada 14 lembaga yang mendukung kampanye bebas rokok di Indonesia mulai dari parlemen, pemerintah, lembaga keagamaan, hingga LSM.

Sejak 2007, nilai total bantuan yang sudah dicairkan mencapai US$ 4,19 juta atau Rp 38,5 miliar. Salah satu institusi yang menerima yakni Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan (IFPPD). Kepada YLKI, dana mengucur bersama paket dana buat Pusat Studi untuk Agama dan Komunitas sebesar US$ 454.480. Dana ini untuk program kampanye periode Mei 2008-Mei 2010. "Kami menerima sejak April 2008," kata Tulus Abadi, Pengurus Harian YLKI.

Sementara itu, IFPPD, menerima dua kali pengucuran dana. Pertama, US$ 28.753 pada Januari 2007 hingga Juni 2007. Kedua, US$ 164.717 pada Oktober 2007-Desember 2009. Dana itu dipakai untuk membantu mengembangkan kontrol tembakau, kampanye media, serta melobi pemimpin agama dan pejabat publik. Sri Utari Setiawati, Sekretaris Eksekutif IFPPD, mengaku menerima dana dari Bloomberg. Alasannya, Organisasi Kesehatan Dunia tak punya cukup dana untuk kampanye bebas rokok. "Makanya kami mengajukan ke Bloomberg," katanya. KONTAN tak berhasil mengonfirmasi Bloomberg dan 12 lembaga lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test