JAKARTA. Tudingan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) terhadap pelaku usaha kelapa sawit terkait dugaan praktik korupsi dalam memperoleh izin pengadaan lahan membuat pelaku usaha sawit berang. Mereka meminta agar LSM yang menuding tersebut menyajikan data-data yang akurat terkait tudingan itu. Bila tidak, maka pengusaha sawit akan menggugat LSM ke pengadilan. Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung mengatakan publikasi data dan informasi dari sejumlah LSM terkait dugaan praktik korupsi dalam pengadaan lahan itu tidak benar. Ia menantang agar tudingan itu dibuktikan secara hukum. Sebab, ia khawatir itu hanya sebatas rumor yang dijadikan kampanye negatif bagi industri sawit Indonesia. "Negara kita ini, negara hukum. Kalau ada tuduhan seperti itu, mestinya langsung dibawa ke pengadilan. Biar pengadilan yang membuktikan," ujar Tungkot, Senin (4/5). Tungkot mengatakan, tudungan sejumlah LSM selama ini tidak benar dan bisa dipersoalkan di muka hukum. Menurutnya, bila tudingan tersebut dibiarkan saja, maka berpotensi merusak iklim investasi di sektor perkebunan. Pasalnya, tidak semua perusahaan, termasuk yang bergerak di bidang sawit tidak patuh hukum dan nakal. Namun tudingan LSM itu cenderung digeneralisir untuk kepentingan pihak tertentu saja. Sejauh ini, lanjut Tungkot, sektor perkebunan kelapa sawit terbukti memberikan kontribusi yang signifikan terhadap devisa ekspor, pajak, dan penyerapan tenaga kerja, dan pembangunan perekonomian daerah. Ia bilang, aturan tentang izin, lokasi, lahan, dan lingkungan sudah ada dan diterapkan. "Jika ada kasus dan tudingan, perlu pembuktian," tambahnya. Sebelumnya, sejumlah LSM seperti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Sawit Watch, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menuding praktik korupsi marak terjadi di sektor perkebunan kelapa sawit. Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan setuju dengan pendapat tersebut. Ia bilang, sawit harus diproteksi pemerintah, sehingga apabila ada lembaga atau kementerian atau bahkan LSM yang menghambat perkembangan industri sawit nasional harus ditindak tegas. "Mendingan kita buldoser saja, ujar Luhut. Purnawirawan Jenderal Angkatan Darat ini mengatakan, kelapa sawit harus menjadi komoditas unggulan strategis mengingat andil yang besar bagi perekonomian nasional. Ia bilang, industri sawit nasional harus berkembang dan harus menjadi lebih baik lagi dan ini menjadi tugas pemerintah. Terkait dengan kampanye negatif yang selama ini dilakukan sejumlah LSM, Luhut menduga hal itu erat kaitannya dengan peranan minyak sawit yang makin dominan dalam penggunaan minyak nabati dunia. Namun, Luhut menegaskan bahwa industri ini harus mendapatkan proteksi dari pemerintah. Seperti diketahui, Indonesia saat ini menjadi produsen sawit terbesar di dunia. Total produksi crude palm oil (CPO) dan turunannya pada 2014 diperkirakan mencapai 31,5 juta ton, termasuk biodiesel dan oleochemical. Produksi tersebut meningkat 5% dari tahun 2013 yang hanya mencapai 30 juta ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengusaha sawit bantah skandal pengurusan lahan
JAKARTA. Tudingan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) terhadap pelaku usaha kelapa sawit terkait dugaan praktik korupsi dalam memperoleh izin pengadaan lahan membuat pelaku usaha sawit berang. Mereka meminta agar LSM yang menuding tersebut menyajikan data-data yang akurat terkait tudingan itu. Bila tidak, maka pengusaha sawit akan menggugat LSM ke pengadilan. Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung mengatakan publikasi data dan informasi dari sejumlah LSM terkait dugaan praktik korupsi dalam pengadaan lahan itu tidak benar. Ia menantang agar tudingan itu dibuktikan secara hukum. Sebab, ia khawatir itu hanya sebatas rumor yang dijadikan kampanye negatif bagi industri sawit Indonesia. "Negara kita ini, negara hukum. Kalau ada tuduhan seperti itu, mestinya langsung dibawa ke pengadilan. Biar pengadilan yang membuktikan," ujar Tungkot, Senin (4/5). Tungkot mengatakan, tudungan sejumlah LSM selama ini tidak benar dan bisa dipersoalkan di muka hukum. Menurutnya, bila tudingan tersebut dibiarkan saja, maka berpotensi merusak iklim investasi di sektor perkebunan. Pasalnya, tidak semua perusahaan, termasuk yang bergerak di bidang sawit tidak patuh hukum dan nakal. Namun tudingan LSM itu cenderung digeneralisir untuk kepentingan pihak tertentu saja. Sejauh ini, lanjut Tungkot, sektor perkebunan kelapa sawit terbukti memberikan kontribusi yang signifikan terhadap devisa ekspor, pajak, dan penyerapan tenaga kerja, dan pembangunan perekonomian daerah. Ia bilang, aturan tentang izin, lokasi, lahan, dan lingkungan sudah ada dan diterapkan. "Jika ada kasus dan tudingan, perlu pembuktian," tambahnya. Sebelumnya, sejumlah LSM seperti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Sawit Watch, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menuding praktik korupsi marak terjadi di sektor perkebunan kelapa sawit. Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan setuju dengan pendapat tersebut. Ia bilang, sawit harus diproteksi pemerintah, sehingga apabila ada lembaga atau kementerian atau bahkan LSM yang menghambat perkembangan industri sawit nasional harus ditindak tegas. "Mendingan kita buldoser saja, ujar Luhut. Purnawirawan Jenderal Angkatan Darat ini mengatakan, kelapa sawit harus menjadi komoditas unggulan strategis mengingat andil yang besar bagi perekonomian nasional. Ia bilang, industri sawit nasional harus berkembang dan harus menjadi lebih baik lagi dan ini menjadi tugas pemerintah. Terkait dengan kampanye negatif yang selama ini dilakukan sejumlah LSM, Luhut menduga hal itu erat kaitannya dengan peranan minyak sawit yang makin dominan dalam penggunaan minyak nabati dunia. Namun, Luhut menegaskan bahwa industri ini harus mendapatkan proteksi dari pemerintah. Seperti diketahui, Indonesia saat ini menjadi produsen sawit terbesar di dunia. Total produksi crude palm oil (CPO) dan turunannya pada 2014 diperkirakan mencapai 31,5 juta ton, termasuk biodiesel dan oleochemical. Produksi tersebut meningkat 5% dari tahun 2013 yang hanya mencapai 30 juta ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News