JAKARTA. Pengusaha mendukung amendemen Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Mereka setuju menghilangkan kata pertambangan dari undang-undang tersebut.Juru bicara Star Energy Ltd Sanusi Satar mengatakan, kata pertambangan dalam undang-undang tersebut menghambat usaha mereka. Menurutnya, definisi panas bumi yang diklasifikasikan menjadi aktivitas pertambangan itu menyebabkan upaya eksplorasi panas bumi dianggap melanggar berbagai regulasi.Sanusi mencontohkan, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengharuskan prosedur rekomendasi hingga izin dari Kementerian Kehutanan. Menurutnya, jika pengusaha panas bumi masih berpatokan pada undang-undang itu maka waktu yang dibutuhkan untuk menanti terbitnya izin setidaknya melebihi satu tahun."Ini ada salah persepsi. Geothermal itu kegiatan ekstraksi, bukan ditambang. Seharusnya memang semua kata-kata itu diamandemen agar mempermudah pengembangan geothermal," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Kamis (19/5).Apabila amendemen itu terealisasi, Sanusi mengatakan, waktu penerbitan izin akan jauh lebih singkat. Bahkan, dia mengatakan kemungkinan besar tidak membutuhkan rekomendasi dari pemerintah daerah setingkat kabupaten hingga provinsi. "Mungkin bisa langsung izin dari menteri kehutanan," ujar dia.Hal senada diungkapkan Presiden Direktur PT Medco Geothermal Indonesia SJ Aries Pardjimanto. Dia menilai, revisi undang-undang itu akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan industri panas bumi. "Banyak kasus terkendala hanya karena masalah undang-undang ini," katanya.Pada proyek panas bumi yang dibidiknya di Jawa Timur, dia pun mengaku, sempat terkendala materi undang-undang itu. Meski porsi lahan hutan yang digunakan tidak terlalu besar. "Kami juga sudah bicara dengan Perhutani dan berkomitmen tidak akan sentuh lahan konservasi. Semua mudah sebenarnya kalau koordinasi," papar dia.Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan amendemen UU Panas Bumi. Sebab, undang-undang itu dianggap menghambat pengembangan industri panas bumi jika bersinggungan dengan kawasan hutan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengusaha setuju amendemen UU Panas Bumi
JAKARTA. Pengusaha mendukung amendemen Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Mereka setuju menghilangkan kata pertambangan dari undang-undang tersebut.Juru bicara Star Energy Ltd Sanusi Satar mengatakan, kata pertambangan dalam undang-undang tersebut menghambat usaha mereka. Menurutnya, definisi panas bumi yang diklasifikasikan menjadi aktivitas pertambangan itu menyebabkan upaya eksplorasi panas bumi dianggap melanggar berbagai regulasi.Sanusi mencontohkan, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengharuskan prosedur rekomendasi hingga izin dari Kementerian Kehutanan. Menurutnya, jika pengusaha panas bumi masih berpatokan pada undang-undang itu maka waktu yang dibutuhkan untuk menanti terbitnya izin setidaknya melebihi satu tahun."Ini ada salah persepsi. Geothermal itu kegiatan ekstraksi, bukan ditambang. Seharusnya memang semua kata-kata itu diamandemen agar mempermudah pengembangan geothermal," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Kamis (19/5).Apabila amendemen itu terealisasi, Sanusi mengatakan, waktu penerbitan izin akan jauh lebih singkat. Bahkan, dia mengatakan kemungkinan besar tidak membutuhkan rekomendasi dari pemerintah daerah setingkat kabupaten hingga provinsi. "Mungkin bisa langsung izin dari menteri kehutanan," ujar dia.Hal senada diungkapkan Presiden Direktur PT Medco Geothermal Indonesia SJ Aries Pardjimanto. Dia menilai, revisi undang-undang itu akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan industri panas bumi. "Banyak kasus terkendala hanya karena masalah undang-undang ini," katanya.Pada proyek panas bumi yang dibidiknya di Jawa Timur, dia pun mengaku, sempat terkendala materi undang-undang itu. Meski porsi lahan hutan yang digunakan tidak terlalu besar. "Kami juga sudah bicara dengan Perhutani dan berkomitmen tidak akan sentuh lahan konservasi. Semua mudah sebenarnya kalau koordinasi," papar dia.Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan amendemen UU Panas Bumi. Sebab, undang-undang itu dianggap menghambat pengembangan industri panas bumi jika bersinggungan dengan kawasan hutan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News