JAKARTA. Rokok memang selalu jadi kontroversi. Yang jadi bahan pro kontra kali ini adalah soal rencana pemerintah menetapkan pajak rokok sebesar 25%. DPR dan pemerintah daerah (pemda) saat ini masih membahas rancangan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang memuat rencana tersebut. DPR dan pemda boleh bersemangat, tapi tidak bagi pengusaha. Pengusaha rokok besar maupun skala kecil serempak menolak. Mereka mengancam, jika pengenaan pajak 25% jadi diterapkan, mereka akan menaikkan harga jual rokok. "Kalau jadi diterapkan, ya, mau tidak mau harus menaikkan harga jual," kata Baskoro Endrawan, pemilik pabrik Artomach, produsen rokok rumahan di Malang, Jawa Timur, dengan merek Boedjang Executive, Senin (29/9). Baskoro mengaku keberatan lantaran rencana pengenaan pajak tersebut akan memberatkan produsen. "Pemerintah memang sering begitu, bertambah terus peraturannya. klasifikasi cukai saja tidak jelas," katanya.
Dari kalangan perusahaan rokok besar juga muncul keluhan serupa. Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti sebelumnya memperingatkan, jika pajak tersebut jadi diberlakukan, pemerintah harus siap mendapat penurunan penerimaan negara. "Sebab penjualan rokok akan turun," katanya.
PT HM Sampoerna mengamini. "Suara kami sama dengan gabungan pengusaha rokok," kata Elvira Lianita Manajer Komunikasi Sampoerna. Bisa dimaklumi jika pemerintah bernafsu menaikkan pajak rokok. Sebab, tahun depan pemerintah menargetkan pendapatan negara dari industri rokok sebesar Rp 49,49 triliun, naik dari Rp 47,49 triliun tahun ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News