JAKARTA. Keinginan PLN untuk mencabut pembatasan (capping) rekening maksimum sebesar 18% tak selamanya ditentang oleh pengusaha. Beberapa pengusaha justru mendukung pencabutan capping yang dilakukan oleh PLN. Alasannya adalah demi kesetaraan dan persaingan bisnis yang sehat. Salah satunya adalah Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) yang justru akan menentang apabila PLN terus memberlakukan capping ini. "Capping itu bisa memicu persaingan tidak sehat karena ada industri yang satu dapat modal yang rendah dan yang lain tinggi. harga jualnya tidak bisa bersaing," ujar Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan, Jumat (21/1).Sekjen APPBI, Ellen Hidayat bilang, ketika kebijakan capping ini terjadi banyak anggotanya yang tidak mendapatkan keadilan. Contohnya, terdapat dua mall dengan ukuran dan penggunaan daya yang sama, namun karena kebijakan capping ini, tagihan listrik antara kedua mall itu berbeda."Ada mall yang pernah membayar Rp 5,4 miliar untuk tagihan listrik tapi ada pelanggan lain sama yang hanya membayar sebesar Rp 2,8 miliar," kata Ellen.Presiden Direktur PT Jababeka SD Darmono menyatakan, industri di wilayah Jababeka tidak keberatan dengan pencabutan capping itu. Bagi mereka, kata Darmono yang paling penting adalah mendapat pasokan listrik untuk menjalankan industri. "Di Jababeka, Cikarang listrikindo mengaliri listrik 125 mw dengan harga Rp 900 per kwh. Sedangkan PLN sekitar 41 mw dengan harga Rp 730 per mw," papar Darmono. Bahkan, menurut dia, kebanyakan industri lebih memilih membeli listrik dari PLN karena harganya yang miring.Direktur Bisnis dan Manajemen Resiko PLN, Murtaqi Syamsudin mengungkapkan, saat ini PLN masih menunggu keputusan dari Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk menentukan tagihan listrik pada Februari mendatang. "Oleh KPPU statusnya sudah ditingkatkan menjadi penyidikan," jelas Murtaqi.Murtaqi melanjutkan, PLN hanya mencari landasan hukum yang kuat untuk menjalankan TDL. Ia memaparkan, di Permen ESDM No 7 tahun 2010 itu tidak menyebutkan soal capping tersebut. Sedangkan pemerintah belum melakukan revisi terhadap Permen tersebut. "Jika PLN ingin melanjutkan kebijakan tersebut harus ada payung hukum yang kuat. Kita serba salah, menjalankan capping akan di somasi industri yang tidak terkena capping. Sedangkan tidak menjalankan capping, industri yang terkena capping teriak," jelas Murtaqi.Sekedar mengingatkan, keputusan bersama dalam Rapat Dengar Pendapat antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mewakili pemerintah, PLN, kalangan dunia usaha dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 19 Juli 2010, ditetapkan besaran kenaikan TDL pelanggan industri di kisaran 10%-15%, dengan capping kenaikan dan penurunan maksimum 18% dari rekening sebelumnya. Penghapusan capping sebelumnya sudah diterapkan PLN kepada pelanggan bisnis sejak Oktober tahun lalu dan sekarang diberlakukan bagi pelanggan industri. Namun, sebagian pelanggan industri menolak kebijakan capping ini.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengusaha tak satu suara menanggapi pencabutan capping
JAKARTA. Keinginan PLN untuk mencabut pembatasan (capping) rekening maksimum sebesar 18% tak selamanya ditentang oleh pengusaha. Beberapa pengusaha justru mendukung pencabutan capping yang dilakukan oleh PLN. Alasannya adalah demi kesetaraan dan persaingan bisnis yang sehat. Salah satunya adalah Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) yang justru akan menentang apabila PLN terus memberlakukan capping ini. "Capping itu bisa memicu persaingan tidak sehat karena ada industri yang satu dapat modal yang rendah dan yang lain tinggi. harga jualnya tidak bisa bersaing," ujar Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan, Jumat (21/1).Sekjen APPBI, Ellen Hidayat bilang, ketika kebijakan capping ini terjadi banyak anggotanya yang tidak mendapatkan keadilan. Contohnya, terdapat dua mall dengan ukuran dan penggunaan daya yang sama, namun karena kebijakan capping ini, tagihan listrik antara kedua mall itu berbeda."Ada mall yang pernah membayar Rp 5,4 miliar untuk tagihan listrik tapi ada pelanggan lain sama yang hanya membayar sebesar Rp 2,8 miliar," kata Ellen.Presiden Direktur PT Jababeka SD Darmono menyatakan, industri di wilayah Jababeka tidak keberatan dengan pencabutan capping itu. Bagi mereka, kata Darmono yang paling penting adalah mendapat pasokan listrik untuk menjalankan industri. "Di Jababeka, Cikarang listrikindo mengaliri listrik 125 mw dengan harga Rp 900 per kwh. Sedangkan PLN sekitar 41 mw dengan harga Rp 730 per mw," papar Darmono. Bahkan, menurut dia, kebanyakan industri lebih memilih membeli listrik dari PLN karena harganya yang miring.Direktur Bisnis dan Manajemen Resiko PLN, Murtaqi Syamsudin mengungkapkan, saat ini PLN masih menunggu keputusan dari Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk menentukan tagihan listrik pada Februari mendatang. "Oleh KPPU statusnya sudah ditingkatkan menjadi penyidikan," jelas Murtaqi.Murtaqi melanjutkan, PLN hanya mencari landasan hukum yang kuat untuk menjalankan TDL. Ia memaparkan, di Permen ESDM No 7 tahun 2010 itu tidak menyebutkan soal capping tersebut. Sedangkan pemerintah belum melakukan revisi terhadap Permen tersebut. "Jika PLN ingin melanjutkan kebijakan tersebut harus ada payung hukum yang kuat. Kita serba salah, menjalankan capping akan di somasi industri yang tidak terkena capping. Sedangkan tidak menjalankan capping, industri yang terkena capping teriak," jelas Murtaqi.Sekedar mengingatkan, keputusan bersama dalam Rapat Dengar Pendapat antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mewakili pemerintah, PLN, kalangan dunia usaha dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 19 Juli 2010, ditetapkan besaran kenaikan TDL pelanggan industri di kisaran 10%-15%, dengan capping kenaikan dan penurunan maksimum 18% dari rekening sebelumnya. Penghapusan capping sebelumnya sudah diterapkan PLN kepada pelanggan bisnis sejak Oktober tahun lalu dan sekarang diberlakukan bagi pelanggan industri. Namun, sebagian pelanggan industri menolak kebijakan capping ini.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News