Pengusaha TPT tidak tertarik adanya super deductible tax



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah tengah menebar insentif pajak bagi badan usaha yang menyelenggarakan vokasi, penelitian, dan pengembangan tertentu di dalam negeri.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menilai untuk saat ini industri Teksil dan Produk Tekstil (TPT) lebih memerlukan adanya jaminan produk-produknya terserap oleh pasar dari pada kebijakan super deductible tax.

"Yang penting bagi kami bisa jualan, dari pada kami diberi insentif tetapi tidak bisa berjualan," kata Sekertaris Jendral APSyFI Redma Gita Wirawasta dalam Evaluasi Kinerja Industri Serat dan Benang Filamen Semester I 2019, di Hotel Grand Sahid Jaya, Rabu (10/7).


Kondisi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) memang tengah mangalami masa yang berat. Berdasar pemarapan APSyFI rata-rata pertumbuhan impor dari tahun 2007-2018 lebih tinggi dibandingkan ekspornya, yakni  mencapai 12,3%. Sementara pertumbuhan ekpornya hanya di level 3,1%. Redma bilang, di semester satu 2019 ini diperkirakan ekpor naik hingga 7%.

"Pemerintah bisa melakukan jalan yang lebih tepat, salah satunya dengan mengontrol import," kata Cecep Setiono, Divisi Manager, Marketing & Procurement PT Mitsubishi Pethrocemical dalam kesempatan yang sama.

Lebih lanjut ia menjelaskan, PT Mitsubishi Pethrocemical akan berberinovasi  kalau ada permintaan atau permintaan meningkat. " Kalau permintaan stagnan kami juga bingung," kata Cecep lagi.

Ia berharap paket kebijakan itu nantinya bisa berdampak terhadap pasar sehingga bisa menyerap TPT. Sejauh ini, PT Mitsubishi Pethrocemical masih mempelajari terkait kebijakan itu.

Eksekutif Member APSyFI Prama Yudha Amdan menambahkan, bagi industri TPT  saat ini yang terpeting adalah bagaimana mengembalikan permintaan pasar. " Kalau pasarnya diamankan tanpa super deductible tax itu pun investasi akan tetap jalan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini