KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Tri Winarno buka suara terkait usulan dari Indonesia Mining Association (IMA) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang meminta agar pemerintah tidak memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dalam jangka waktu tertentu. Tri menyatakan bahwa secara undang-undang perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) memang memungkinkan berlaku sampai ketersediaan cadangan dengan syarat memiliki fasilitas pengolahan dan permurniaan (smelter) terintegrasi di dalam negeri. Syarat tersebut tertuang dalam Pasal 195B ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024. "Kalau sampai sekarang kan aturannya masih [perpanjangan izin usaha pertambangan untuk] BUMN dan yang terintegrasi," kata Tri di Jakarta, Kamis (10/10).
Baca Juga: Divestasi Belum Rampung, Nasib Perpanjangan Kontrak Freeport di Tangan Prabowo Berdasarkan Pasal 195B ayat (2) beleid tersebut tertuang bahwa perpanjangan IUPK operasi produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan selama ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 10 tahun. Sebelumnya, pengusaha meminta agar pemerintah tidak memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dalam jangka waktu tertentu. Pemerintah harus memberikan izin sesuai dengan usia tambang atau ketersediaan cadangannya. Ketua Umum IMA Rachmat Makkasau mengatakan, perlu dipertegas lagi dalam peraturan di Indonesia mengenai pertambangan yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan permunian (smelter). Akan tetapi, kata Rachmat, perlu dilihat bagaimaan dengan hilirisasi atau proes penambang smelter yang tidak memiliki smelter. Pasalnya, tambang memiliki keterkaitan dengan smelter. "Jadi tentunya perlu dilihat, harus dilihat bahwa keberlangsungan umur dari izin tambang harus dilihat. Harus disesuaikan dengan kemampuan di smelternya. Jangan sampai kemampuan atau serapan smelter tinggi, tapi usia tambangnya pendek. Nah ini perlu dilihat dan memastikan keberlanjutannya," ungkap Rachmat dalam BNI Investor Daily Summit di Jakarta, Selasa (8/10). Rachmat melihat pertambangan di beberapa negara selama ini izin pertambangannya tidak dibatasi sepanjang sumber dayanya masih memungkinkan. Namun, masih perlu dibatasi terkait peraturan-peraturan mengenai kelingkungannya bukan durasi izin pertambangannya. "Tapi tidak terkait dengan izin tambangnya sendiri. Jadi itu memang salah satu PR yang perlu dilihat ke depannya oleh pemerintah terkait dengan kesinambungan tambang. Dan dalam hal ini sudah terkait lagi dengan hilirisasi tambang," ujar Rachmat.
Baca Juga: Jika Perusahaan Rampungkan Pembangunan Smelter, Pemerintah Beri Izin Ekspor Tembaga Rachmat mengungkapkan pihaknya dalam beberapa pertemuan dengan pemerintah telah memberikan usulan terkait ini. Pihaknya berharap pemerintahan selanjutnya bisa melanjutkan pembahasan ini agar industri tambang berkesinambungan. "Karena kalau tidak berkelanjutan, isu pada 2045 bisa ada isu yang baru kan. Jadi cadangan berkurang kondisi tambang menurun. Di sisi lain,
downstream industri harus kita gejot terus," tutur Rachmat. Sementara itu, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas sepakat sebaiknya memang tidak dibatasi lagi izin pertambangan dengan jangka waktu seperti di negara-negara tambang di luar Indonesia, sebagai besar mereka bisa beroperasi sampai dengan cadangannya habis. Tony mencontohkan, pertambangan PTFI di Timika Papua Tengah yang masih berusia lebih dari 2050 namun IUPK perusahaan bakal berakhir 2041. "Jadi memang sebaiknya tidak dibatasi dengan jangka waktu," ujar Tony. Untuk diketahui, IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 ayat (1) yang merupakan perubahan bentuk dari KK sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dapat diberikan perpanjangan setelah memenuhi kriteria paling sedikit: a. memiliki fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian terintegrasi dalam negeri; b. memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas Pengolahan dan/ atau Pemurnian; c. sahamnya telah dimiliki paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) oleh peserta Indonesia;
d. telah melakukan perjanjian jual beli saham baru yang tidak dapat terdilusi sebesar paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total jumlah kepemilikan saham kepada BUMN; e. mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara; dan f. memiliki komitmen investasi baru paling sedikit dalam bentuk: kegiatan eksplorasi lanjutan; dan peningkatan kapasitas fasilitas pemurnian, yang telah disetujui oleh Menteri. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih