Peningkatan nilai tambah batubara jalan ditempat



JAKARTA. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai, pemerintah luput mengembangkan industri pertambangan batubara nasional. Akibatnya, sumber daya energi yang melimpah tak semerta-merta mampu memenuhi kebutuhan energi nasional.

Budi Santoso, Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhapi bilang, sejatinya kewajiban peningkatan nilai tambah yang diamanahkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara tidak hanya berlaku untuk pertambangan mineral saja.

"Sektor batubara seharusnya ada nilai tambah sehingga bisa dirasakan rakyat banyak," kata dia, akhir pekan lalu.  Dia menjelaskan, selama ini, perusahaan tambang batubara berlomba-lomba menggenjot produksi.


Padahal, permintaan domestik masih sedikit, sehingga jumlah ekspor batubara terutama ke China dan India terus meningkat dari tahun ke tahun.  Sebagai gambaran, produksi batubara mencapai 421 juta ton pada 2013 lalu, atau naik 9,1% dibandingkan realisasi produksi di tahun sebelumnya.

Dari total produksi 421 juta ton, rinciannya sebanyak 72 juta ton atau hanya 17,1% yang diserap di pasar domestik, sedangkan sebanyak 349 juta ton di jual ke pasar ekspor.  Menurut Budi, pemanfaatan batubara sejatinya tidak melulu untuk bahan bakar pembangkit listrik ataupun pabrik.

"Batubara dapat dijadikan briket untuk kebutuhan masak rumah tangga, dan harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan penggunaan gas elpiji," kata dia.  Menurut hitungannya, satu ton batubara kadar rendah seharga US$ 18 per ton energinya sama dengan gas sebesar 11 million British thermal unit (mmBtu), harga gas mencapai US$ 3,4 per mmBtu.

Alhasil, selama ini Indonesia justru dirugikan karena rajin mengimpor gas elpiji sedangkan batubara yang murah malah diekspor.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri