Peningkatan rating kredit tak membantu transaksi berjalan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren peningkatan peringkat utang Indonesia oleh lembaga pemeringkat dinilai Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih tak akan membantu mengurangi defisit transaksi berjalan alias Current Account Deficit (CAD).

"Kalau untuk membantu CAD tidak bisa, kalau neraca modal dan finansial bisa. Jadi peningkatan rating itu sebenarnya akan membawa dampak positif ke neraca modal dan finansial, kedua ke neraca pembayaran," kata Lana saat dihubungi KONTAN, Minggu (11/2).

Sekadar informasi, Bank Indonesia merilis CAD triwulan IV 2017 sebesar US$ 5,8 miliar atau 2,2% terhadap PDB, meningkat dibandingkan triwulan sebelum senilai US$ 4,6 miliar atau 1,7% dari PDB.


Sedangkan secara tahunan, CAD tercatat naik secara nominal dari US$ 16,95 miliar pada 2016, menjadi US$ 17,29 miliar pada 2017.

Di sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial pada triwulan IV 2017 juga merosot di nominal US$ 6,5 miliar, dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar US$ 9,4 miliar.

Sementara secara tahunan surplus transaksi modal dan finansial meningkat dari US$ 29,3 miliar pada 2016 menjadi sebesar US$ 29,9 miliar pada 2017. Investasi langsung mencatat surplus neto US$ 20,2 miliar, sedangkan investasi portofolio surplus neto US$ 20,7 miliar

Sementara neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar US$ 1 miliar, ambruk dari kuartal sebelumnya senilai US$ 5,4 miliar. Surplus tersebut juga lebih rendah dibandingkan periode sama tahun 2016 yang sebesar US$ 4,5 miliar.

Sedangkan secara tahunan NPI pada 2017 menyusut menjadi US$ 11,6 miliar, dibandingkan pada 2016 sebesar US$ 12,1 miliar.

Meskipun dengan peningkatan rating kredit, neraca modal dan finansial diperkirakan juga meningkat. Pemerintah, kata Lana juga perlu waspada terhadap neraca pendapatan primer.

"Karena kalau rating tadi meningkat membuat asing semakin positif terhadap aset di Indonesia, seperti obligasi, saham. Maka potensi asing mendapatkan dividen, keuntungan makin besar. Sehingga membuat pendapatan primernya makin negatif karena harus keluar," jelas Lana.

Hal serupa juga dikatakan oleh Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus. Ia menilai CAD Indonesia memang sulit mengalami surplus. Peningkatan NPI pun masih mengandalkan investasi portofolio, dan kenaikan harga komoditas yang justru rentan terhadap guncangan eksternal.

"Surplus neraca perdagangan kita didorong oleh harga komoditas yang meningkat, dan portofolio. sebelum struktur ekonomi kita berubah menjadi lebih produktif dan lebih didorong oleh kekuatan sektor riil, maka CAD kita cukup rentan terhadap gejolak ekonomi," katanya saat dihubungi KONTAN, Minggu (11/2).

Lana sendiri menyarankan pemerintah agar dapat fokus memperbaiki neraca jasa sebagai penyumbang utama CAD. Terutama dari kegiatan ekspor dengan menggunakan asuransi dan kapal-kapal dalam negeri.

Hingga triwulan III 2017, defisit neraca jasa memang terus melebar. Bank Indonesia mencatat pada triwulan III 2017 defisit sebesar US$ 2,2 miliar, meningkat dari triwulan II 2017 sebesar US$ 2,18 triwulan I 2017 sebesar US$ 1,22 miliar.

"Terutama yang paling besar kontribusinya soal asuransi, karena kalau kita ekspor yang impor maunya pakai asuransi asalnya. Begitu pun kalau kita impor, eksportir maunya pakai asuransi. Itu paling besar yang membuat CAD," jelas Lana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto