Penjelasan Merck Sharp Dohme (SCPI) soal proses delisting yang tak kunjung usai



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak 23 Januari 2014, Perusahaan farmasi PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk (SCPI) sudah mendapatkan restu dari mayoritas pemegang saham untuk rencana penghapusan pencatatan saham atau delisting sukarela dari Bursa Efek Indonesia (BEI). SCPI ingin mengubah statusnya menjadi perusahaan tertutup. 

Kendati restu sudah didapat jauh-jauh hari, proses delisting sukarela ini belum juga rampung hingga 2020. Melansir laporan tahunan di 2018 yang baru dirilis Februari 2020, SCPI masih dalam proses penawaran harga pembelian saham kepada pemegang saham publik sebelum memperoleh persetujuan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI terkait perubahan status menjadi perusataan tertutup.

Baca Juga: Merck Sharp Dohme Pharma (SCPI) Menambah Kapasitas Produksi Tahun Ini


Sekretaris Perusahaan Merck Sharp and Dohme Pharma, Erwin Agung menjelaskan saat ini masih dalam proses pencarian pemegang saham. "Rencana delisting sudah lama karena susah cari orang-orangnya, 300 pemegang saham yang ga bisa diidentifikasi," jelasnya saat ditemui Kontan.co.id di Jakarta, Senin (9/3). 

Bahkan Erwin juga belum mendapatkan gambaran soal target delisting akan terealisasi kapan. Erwin hanya menjelaskan rencana akan go private mempertimbangkan simplifikasi.  

Baca Juga: Tambah kapasitas produksi, Merck Sharp Dohme (SCPI) anggarkan capex US$ 4,3 juta

Maksudnya, kalau perusahaan publik tentu banyak kewajiban (requirement) publik yang harus dipenuhi. Adapun Erwin mengungkapkan secara kebutuhan permodalan pun, SCPI menganggap dana internal sudah cukup. "Secara kebutuhan permodalan, perusahaan menganggap tidak perlu lagi permodalan dari luar," ungkapnya. 

Seiring dengan fokus SCPI terhadap proses delisting sukarela yang masih berjalan, produsen obat kanker dan vaksin ini belum membagikan dividen laba tahun buku 2018.  Di sisi lain, Erwin menjelaskan pembagian dividen juga mempertimbangkan tingginya saldo utang untuk mendanai operasi dan investasi usaha. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .