Penjualan bebek matik mogok ditempat



JAKARTA. Tak semua sepeda motor matik (skutik) menuai sukses di pasaran. Lihat saja penjualan motor bebek matik (betik) dari dua pabrikan besar, yakni PT Astra Honda Motor dengan Honda Revo AT dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing lewat Yamaha Lexam.

Merujuk data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), penjualan kedua bebek matik tersebut Juli kemarin adalah zero sales alias tidak ada yang beli.

Indra Dwisunda, Marketing Communication, Advertisement Strategy, PR and Corporate Communication Head PT Yamaha Indonesia Motor manufacturing mengakui penjualan Yamaha Lexam kurang memuaskan. Malah, dari Januari sampai Juli kemarin, Lexam sama sekali tidak ada yang beli. "Meski begitu, Lexam tetap menjadi produk line up kami dan bakal terus kami produksi sesuai permintaan yang ada," katanya kepada KONTAN kemarin.


Menurutnya penjualan stagnan dari motor berbanderol Rp 15 jutaan ini karena masyarakat belum terbiasa dengan tampang motor bebek tapi tanpa gigi. Selain itu, konsumen sudah kadung terbiasa dengan tampang sepeda motor matik seperti skuter.

Padahal, menurut klaim Indra, jenis motor ini cocok dipakai bagi orang yang punya mobilitas tinggi.

Tak hanya Lexam, Honda Revo AT juga mengalami gejolak penjualan yang naik turun secara tajam. Namun, nasib Honda Revo tidak sedrastis Lexam.Sepanjang semester satu tahun ini, penjualan Honda Revo AT tetap ada, yakni sebanyak 236 unit. Kalau dibandingkan periode yang sama tahun lalu jelas kalah jauh. Dimana di semester satu 2011 Revo AT mencatatkan penjualan 4.529 unit.

Menurut Sigit Kumala, Ketua Bidang Komersial AISI keberadaan bebek matik memang perlu waktu pengenalan. Setidaknya antara tiga sampai empat tahun lagi. "Coba lihat skuter matik (skutik) saat pertama kali diluncurkan 2002, baru mulai dimininati konsumen tahun 2005," katanya.

Apalagi kalau melihat asal muasal bebek matik ini diproduksi. Yaitu untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan kondisi jalan tidak mulus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon