JAKARTA. Kendati konsumsi ritel pada akhir triwulan III 2009 diperkirakan meningkat secara signifikan dan tumbuh pesat dibandingkan bulan sebelumnya, namun jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sejumlah industri ritel tetap mencatatkan angka negatif.
Lihat saja kinerja penjualan industri ritel mainan dan handycraft September kemarin yang berhasil di survey oleh Bank Indonesia. Walau mencatatkan angka pertumbuhan hingga 15,6% dibanding bulan sebelumnya, namun negatif 4,1% jika disandingkan dengan pencapaian yang sama tahun sebelumnya.
Ketua Asosiasi Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia Danang Sasongko pun tidak membantah terjadinya penurunan penjualan dibandingkan tahun lalu. Menurutnya hal tersebut terjadi karena produsen terus menerus kesulitan akses terhadap bahan baku. Akibatnya, jika pada akhir 2008 nilai penjualan untuk kategori mainan edukatif saja bisa mencapai Rp 12 miliar, Danang memperkirakan akhir tahun ini bisa merosot 5% hingga 10%. "Itu terjadi hampir di semua kategori," imbuh Danang.
Padahal menurut Danang, industri mainan dalam negeri sangat tergantung pada pasar mainan edukatif. Hal itu terjadi karena untuk kategori mainan hiburan atau mainan hobi, produk Indonesia kalah bersaing dalam hal harga dan kualitas dengan produk-produk asal China atau Jepang.
Danang menjelaskan industri mainan Indonesia yang lebih banyak masuk dalam kategori usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan merupakan buatan tangan tidak bisa menyamai efisiensi produksi barang-barang buatan pabrikan. Selain tidak bisa efisien industri mainan buatan usaha kecil juga masih kesulitan untuk bisa memenuhi standar nasional Indonesia (SNI).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News